aoUhVj1sFfXbUTRIyoVNm2UnxJxRFaPgs25Tl7uL

Followers

Widget HTML #1

Widget HTML (label produk)

Widget HTML (label jasa)

Widget HTML #3

Menu Halaman Statis

Bookmark

CONTOH PROPOSAL

 

PERBEDAAN TINGKAT KEMAMPUAN MENGANALISIS UNSUR INTRINSIK TEKS DRAMA SISWA KELAS VIII SMP YANG DIAJAR DENGAN MODEL JIGSAW  VERSUS YANG DIAJAR DENGAN MODEL STAD

 

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI



 


Oleh:

                    Nama                           : Henro Dedy Putra Silaban

                        NPM                           : 13110099

                        Program Studi             : Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

PEMATANGSIANTAR



 

BAB I

   PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

      Pendidikan memegang peranan yang penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa. Hal ini, disebabkan pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Guna mewujudkan tujuan di atas diperlukan usaha yang keras dari masyarakat maupun pemerintah. Departemen Pendidikan Nasional sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pendidikan dan telah melakukan pembaharuan sistem pendidikan. Usaha tersebut antara lain adalah penyempurnaan kurikulum, perbaikan sarana dan prasarana, serta peningkatan kualitas tenaga pengajar. Sesuai kurikulum yang berlaku ( Kurikulum 2007 dan kurikulum 2013 ) berisi bahwa pendidikan di Indonesia menempatkan mata pelajaran bahasa Indonesia sebagai salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah.

      Sastra merupakan salah satu bagian penting dalam pelajaran bahasa Indonesia. Secara etimologi Sastra berasal dari bahasa latin, yakni littera yang berarti tulisan, dimana istilah sastra ini dapat dipakai untuk menunjukkan gejala budaya yang dapat dijumpai pada semua masyarakat meskipun secara sosial, ekonomi dan keagamaan keberadaannya tidak merupakan keharusan. Sedang untuk bahan banding, Teeuw (1984) menyatakan Kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa sansekerta; akar kata sas- dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau intruksi. Akhiran –tra biasanya menunjuk alat untuk mengajar, buku petunjuk, buku ilustrasi buku intruksi atau pengajaran.

      Pengertian sastra menurut Daiches (dalam Nurhayati 2012: 3) “Sastra merupakan suatu karya yang meyampaikan suatu jenis pengetahuan dengan memberikan kenikmatan unik dan pengetahuan untuk memperkaya wawasan pembacanya”. Selanjutnya menurut Luxemburg dkk (1984: 5) “Sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuh kreasi, bukan pertama-tama sebuah imitasi”. Kemudian Sumardjo (1983 : 15) mengatakan “Sastra adalah sebuah seni bukan ilmu pengetahuan”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa Sastra adalah adalah Sebuah ciptaan ataupun kreasi yang memiliki unsur seni dan dapat memperkaya wawasan bagi pembaca sastra tersebut.

      Secara umum Sastra dibagi menjadi 3 bentuk yaitu: puisi, prosa dan drama, Sufi(2011: http://indosastra.cokm). Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog dialog para tokohnya, Sumardjo dan Saini (1985: 31), selanjutnya Sumardjo (1983: 126) menyatakan bahwa “Drama ditulis bukan untuk dibaca saja, tetapi harus dipertunjukkan”. Sedangkan menurut Balthazar Vallhagen (lihat Kurniawan, 2015 : http://www.gurupendidikan.com) Drama adalah seni yang menggambarkan alam dan sifat manusia dalam gerakan. Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa drama adalah suatu karya seni baik berupa tulisan atau dialog yang harus dipertujukkan(ada gerak) sebagai suatu gambaran atas apa yang dituliskan.

      Mengacu pada Kurikulum yang berlaku pada tahun ajaran 2017/ 2018 yaitu KTSP. Pada jenjang SMP kelas VIII memuat pembelajaran sastra.seperti dalam Standar Kompetensi 7. yaitu memahami teks drama drama dan novel remaja dengan Kompetensi Dasar (KD) 7.1 menganalisis unsur intrinsik teks drama.

      Berdasarkan acuan pembelajaran diatas, memuat tentang harapan agar siswa kelas VIII SMP dapat menuntaskan pembelajaran mengenai menganalisis unsur intrinsik dalam teks drama. Luxemburg (1984: 158) menyatakan bahwa “Teks drama ialah semua teks yang bersifat dialog dialog yang isinya membentangkan sebuah alur’’, sedangkan menurut Waluyo (lihat ewink, 2012: http://ewinksuarahati.blogspot.co.id) berpendapat bahwa naskah drama adalah salah satu genre karya sastra yang sejajar dengan prosa dan puisi. Dijelaskan oleh beliau naskah drama memiliki bentuk sendiri dalam bentuk dialog yang didasarkan atas konflik batin dan mempunyai kemungkianan untuk dipentaskan.             Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa teks drama adalah suatu tulisan sastra berupa dialog dan sejajar dengan prosa yang dapat diperagakan atau dipentaskan.

      Kemudian unsur unsur drama Menurut Sumardjo (1983: 129) Unsur unsur yang membentuk drama yaitu : Tema, plot, setting, karakter, dialog, pembagian waktu, efek, retorika. sedangkan kosasih (2003:242) menyatakan bahwa drama tersusun dari dua unsur pembentuk unnsur intrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah drama dan berada di dalam drama itu sendiri, sedangkan unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada diluar batin drama. Menurut Loma (2009: http://sudutpintar-bi.blogspot.co.id) unsur intrinsik naskah drama terdiri dari tema, alur, tokoh dan penokohan, setting dan amanat, sedangkan unsur ekstrinsiknya adalah sosial budaya, politik dan agama.

      Dalam menemukan unsur intrinsik terhadap teks drama tentu bukan perkara yang mudah, oleh sebab itu perlu diadakan kegiatan analisis. Analisis dimaksud adalah pengkajian terhadap teks drama atau kegiatan mendalami naskah drama secara sungguh-sungguh. Pembelajaran analisis ini juga sesuai dengan pembelajaran yang tertuang dalam Kompetensi Dasar (KD) diatas. Pembelajaran analisis teks drama di sekolah diharapkan siswa dapat menganalisis teks drama dengan baik dan tuntas. Sehubungan dengan itu analisis terhadap teks drama juga dapat menambah pengetahuan siswa terlebih konsentrasi siswa.

      Namun kenyataan dilapangan menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik teks drama tidak sejalan dengan yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri, dkk :2) dengan judul penelitian Pemanfaatan STAD pada unsur intrinsik teks drama terhadap pembelajaran kelas VIII SMP TUNAS BANGSA, Berdasarkan hasil praobservasi yang telah dilakukan peneliti di SMP Tunas Bangsa Kubu Raya pada tanggal 16 Juli 2012, diketahui bahwa siswa dikelas VIII A berjumlah 16 siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 2 siswa, nilai dibawah KKM sebanyak 10 siswa, dan nilai sesuai KKM sebanyak 4 siswa. Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa peserta didik kurang memahami materi drama khususnya dalam menganalisis unsur intrinsik. Selanjutnya Studi yang dilakukan oleh (Nikamah, Pratiwi dan Kamal :5) dengan judul Peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama dengan metode adaptasi inkuiri pada siswa kelas VIII-C Mts Al-Fatah sawahan nganjuk tahun ajaran 2012/2013, mengatakan pada studi pendahuluan angka persentasi sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri yaitu siswa yang mendapat nilai diatas 70 KKM sebanyak 6 siswa atau 26,09% dari 23 siswa. Sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 17 siswa atau 73,91%. Hal ini menunjukkan ketuntasan dalam menganalisis unsur intrinsik teks drama masih sangat jauh dari harapan.

      Fakta dilapangan juga menunjukkan bahwa menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa masih rendah, sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh Nurhuzaipa (2014: http://e-campus.fkip.unja.ac.id) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama dalam buku teks bahasa dan sastra Indonesia siswa kelas VIII-a SMP Negeri 10 Batanghari Tahun ajaran 2014/ 2015 menyatakan Hasil penelitian  saat pre tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VIII A SMP Negeri 10 Batanghari Tahun Pelajaran 2014/1015 dalam menganalisis unsur intrinsik teks drama tergolong kurang mampu dengan nilai rata-rata 42,21 sedangkan KKM nilai 70.

Berdasarkan kenyataan diatas, perlu adanya pembinaan pembelajaran, terutama dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pembinaan dimaksud bukan semata mata mempelajarai beberapa teori teori pembelajaran , namun lebih dari situ pembinaan dimaksud menyangkut pemilihan metode atau model model pembelajaran yang relevan dengan apa yang ingin dituntaskan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk menerapkan model pembelajaran Jigsaw dalam pembelajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama.

Pada dasarnya model Jigsaw adalah salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pengajaran jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan rekan rekannya (Lihat Slavin 2005: 236) . Slavin (2005) menyatakan dalam jigsaw, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen , lalu para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing masing anggota tim saat mereka membaca. Selanjutnya oleh Fathurrohman (2015: 63) mengatakan bahwa model jigsaw sebagai tipe dalam model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) dengan siswa siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggungjawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan menyampaikan materi tersebutkepada anggota kelompok lain. Beliau juga menegaskan bahwa model jigsaw ini dapat digunakan dalam pengajaran mambaca, menulis ,mendengarkan ataupun berbicara. Sedangkan Suprijono (2009: 89) mengatakan pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok lebih kecil, jumlah kelompok bergantung pada jumlah konsep yang terdapat pada topik yang dipelajari. Hal ini dapat meningkatkan rasa kepedulian siswa terhadap materi yang akan dibahas dan menghindarkan rasa ketidak pedulian. Karena dalam model ini semua siswa dituntut harus mendapatkan satu pokok bahasan untuk dipahami dan apa yang ia pahami disalurkan kepada teman satu kelompoknya. Sehingga hal ini sangat baik digunakan dalam pembelajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama. Karena Guru bukan lagi sebagai ujung tombak pembelajaran melainkan hanya sebagai fasilitator, sehingga keberhasilan suatu pembelajaran bukan lagi tergantung Guru. Dengan kata lain, Siswa dituntut untuk memahami dan menyimpan apa yang ia pahami dalam otaknya bukan siswa yang hanya meniru apa yang dikatakan oleh Guru.

Untuk melihat keberartian (pengaruh) dari model Jigsaw, maka dipilih model STAD (Student Teams Achievement Devisions) sebagai perbandingan. Adapun alasan dipilih model STAD sebagai pembanding adalah karena model STAD merupakan model pembelajaran yang baik (hebat). Hal ini sesuai dengan pendapat Slavin (2005: 143) “STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif”. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi didalam kelas.ini merupakan pengajaran langsungseperti yang sering kali dilakukan atau didiskusikan yang dipimpin oleh guru. Bedanya presentasi kelas dengan pengajaran biasa hanyalah bahwa presentasi tersebut haruslah benar benar berfokus pada unit STAD. Oleh karena itu pembelajaran STAD dirasakan oleh penulis merupakan suatu pembelajaran yang baik dalam pengajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama.

Maka berdasarkan uraian permasalahan yang sudah panjang lebar, maka penulis menetapkan judul penelitian untuk membandingkan dua metode untuk melihat perbedaan atau apakah gejala gejala yang sudah diuraikan, kembali terjadi di SMP Negeri 9 Pematangsiantar. Untuk itu, penulis menetapkan judul penelitian yaitu “Perbedaan Tingkat Kemampuan Menganalisis Unsur Intrinsik Teks Drama Siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model Jigsaw Versus yang yang diajar dengan Model STAD

 

B. Rumusan Masalah

      Agar penelitian lebih terarah, maka perlu dirumuskan masalah yang diteliti. Hal ini sesuai dengan pendapat Donald (1982: 85-87) menyatakan sesudah masalah dipilih, maka tugas berikutnya ialah merumuskan persoalan dalam bentuk yang dapat diteliti. Penjabaran persoalan yang baik harus

1. Menerangkan dengan jelas apa yang akan dipecahkan

2. Membatasi ruang lingkup studi itu pada suatu persoalan khusus.

Selanjutnya, dalam mengemukakan rumusan masalah, (1) Peneliti harus berusaha agar ada keseimbangan antara keumuman dan kekhususan. (2) Persoalan itu sebaiknya diajukan dalam bentuk pertanyaan dan bukan pernyataan. (3) Pertanyaan ini hendaknya mempertanyakan hubungan antara dua atau lebih variabel.

Maka yang menjadi rumusan masalah yang akan diteliti yaitu:

1.     Bagaimanakah tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model Jigsaw?

2.     Bagaimanakah tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model STAD?

3.     Apakah terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model Jigsaw versus yang diajar dengan Model STAD ?

 

C. Tujuan Penelitian

Arikunto (1997: 51) menyatakan bahwa, “Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang menunjukkan adanya sesuatu hal yang diperoleh setelah penelitian selesai”

Maka yang menjadi Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.     Untuk menggambarkan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model Jigsaw.

2.     Untuk mendeskripsikan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model STAD

3.     Untuk mendeskripsikan perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP yang diajar dengan Model Jigsaw Versus Model STAD .

 

 

D. Hipotesis Penelitian

            Donald (1982: 120) menyatakan hipotesis adalah alat yang sangat besar kegunaannya dalam penyelidikan.Hipotesis memungkinkan kita menghubungkan teori dengan pengamatan, hipotesis juga memberikan penjelasan sementara tentang segala gejala gejala serta memudahkan perluasan pengetahuan dalam suatu bidang.

Berdasarkan kerangka teori di atas maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah Ha : “Terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP setelah diajar dengan model Jigsaw versus yang diajar dengan Model STAD”

 

E. Manfaat Penelitian

            Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat teoretis dan manfaat praktis. Manfaat tersebut diuaraikan sebagai berikut.

            1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan tentang model model pembelajaran yang relevan dengan pembelajaran yang ingin diajarkan

b.   Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pengetahuan tentang penggunaan model Jigsaw dan model STAD terhadap pembelajaran bahasa Indonesia khususnya menganalisis unsur intrinsik teks drama

            2. Manfaat Praktis

a.   Bagi Sekolah

            Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk memperkaya ilmu pengetahuan, mengembangkan strategi pembelajaran dan menjadi alternatif dalam mengatasi masalah pembelajaran di SMP Negeri 9 Pematangsiantar

b. Bagi Guru

            Sebagai pertimbangan bagi guru dalam memilih model atau strategi pembelajaran yang lebih baik atau relevan untuk mengatasi masalah siswa dan meningkatkan prestasi peserta didiknya

c. Bagi Siswa

            Dapat membantu siswa dalam mengatasi kejenuhan terhadap model pembelajaran yang memberi kesan bosan serta untuk meningkatkan prestasi belajar dan motivasi siswa khususnya dalam belajar mata pelajaran bahasa dan sastra indonesia

 

d. Bagi peneliti lain

            Sebagai bahan masukan(referensi) bagi peneliti lain yang bermaksud mengadakan penelitian serupa atau sejenis.

 

F. Asumsi Dasar

Asumsi atau anggapan dasar sebagai tonggak dari suatu penelitian. Surakhmad (dalam Arikunto 1997: 58) menyatakan anggapan dasar atau postulat adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik. Sehubungan dengan itu, anggapan dasar penelitian ini sebagai berikut:

1. Model pembelajaran Jigsaw belum pernah digunakan dalam pembelajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar

2.   Menganalisis unsur intrinsik teks drama merupakan salah satu komponen pembelajaran yang ada pada Kurikulum KTSP kelas VIII di SMP Negeri 9 Pematangsiantar.

 

G. Defenisi Istilah

Agar penelitian yang dilakukan terarah dengan baik, maka peneliti menggunakan istilah-istilah khusus secara operasional agar apa yang didefinisikan si pembaca. Dalam hal ini ada beberapa istilah yang digunakan.Istilah dalam penelitian ini perlu diartikan dengan jelas, sehingga tidak menimbulkan keraguan/kesalahan. Adapun istilah-istilah yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapanan kekuatan . KBBI edisi Kesebelas(2016: 234)

b. Menganalisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai  bagiannya dan penelaan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan KBBI edisi Kesebelas (2016: 317)

c. Unsur intrinsik adalah unsur unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Nurgiyantoro(1994: 30)

d. Teks drama adalah semua teks yang bersifat dialog dialog dan isinya membentangkan sebuah alur.Luxemburg dkk(1984: 158)

e. Model Jigsaw adalah suatu teknik pembelajaran kooperatif yang teriri dari antara beberaa anggota dalam satu kelompok yang bertanggungjawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mamu mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya.Fathurrohman(2015: 63)

f. Model STAD adalah metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

 

            Untuk memperkuat hasil temuan dalam suatu penelitian tidak bisa terlepas dari teori-teori yang bersifat objektif. Semakin objektif teori yang dipergunakan dalam suatu penelitian maka hasil yang diperoleh pada suatu penelitian yang akan dilakukan lebih berkualitas. Maka dari itu penelitian yang baik adalah penelitian yang didasarkan atas suatu teori.

            Sehubungan dengan itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan satuan-satuan teori yang dipetik dari berbagai sumber yang sesuai dengan pokok permasalahan. Teori yang dianggap memadai dalam penelitian ini tentu saja terbatas pada jangkuan penelitian yang dibicarakan. Adapun satuan teori yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah : (1) hakikat sastra, (2) Hakikat drama, (3) teks drama, (4) unsur-unsur intrinsik , (5) Model Pembelajaran, (6) Penelitian Terkait

A. Hakikat Sastra

1. Pengertian Sastra

            Sastra adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni, Wellek dan Warren(1995: 3), sedangkan menurut A. Teeuw, dalam bukunya yang berjudul Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra (1984: 22), dipaparkan bahwa dalam dalam bahasa-bahasa Barat gejala yang ingin kita batasi disebut literature (Innggris), literature (Jerman), dan litterature (Perancis). Ketiga istilah tersebut berasal dari bahasa Latin litteratura yang sebetulnya merupakan terjemahan dari kata Yunani grammatika. Litteratura dan grammatika masing-masing berdasarkan kata littera dan gramma yang didefenisikan sebagai segala sesuatu yang tertulis; pemakaian bahasa dalam bentuk tulis. Selanjutnya Menurut Sumardjo dan Saini K.M. (1991:2-3), setidaknya ada beberapa batasan yang dapat digunakan untuk menjawab pertanyaan Apa Itu Sastra ? Pertama, sastra adalah seni bahasa. Kedua, sastra adalah ungkapan yang spontan dari perasaan yang mendalam. Ketiga, sastra adalah ekspresi pikiran, semua kegiatan mental manusia dalam bahasa. Keempat, sastra adalah inspirasi kehidupan yang diungkapkan dalam bentuk keindahan. Kelima, sastra adalah semua buku yang memuat perasaan kemanusiaan mendalam dan kebenaran moral dengan sentuhan kesucian, keluasan pandangan, dan bentuk memesona. Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Sastra adalah sebuah karya tulis dan seni berbahasa yang mengekspresikan isi pikiran untuk mendeskripsikan inspirasi kehidupan dalam bentuk keindahan.

 

2. Fungsi dan Nilai Nilai Karya Sastra

            Kosasih (2003: 194) menyatakan “secara umum, fungsi sastra apat digolongkan dalam lima golongan besar.”

1. Fungsi rekreatif, yaitu fungsi memberikan rasa tenang, senang, gembira serta menghibur.

2. Fungsi didaktif, yaitu mendidik para pembaca karena nilai nilai kebenaran dan kebaikan yang ada didalamnya

3. Fungsi estetis, yaitu memberi nilai nilai keindahan

4. Fungsi moralitas, mengandung nilai moral yang tinggi sehingga para pembaca dapat mengetahui moral yang baik dan buruk

5. Fungsi religiusitas, mengandung ajaran agama yang dapat dijadikan teladan bagi para pembacanya Selanjutnya oleh Kosasih (2003) menyatakan bahwa “karya karya sastra, baik itu yang berbentuk puisi, prosa, maupun drama, tidak terlepas dari nilai nilai budaya, sosial, ataupun moral.

1. Nilai nilai budaya berkaitan engan pemikiran, kebiasaan, dan hasil karya cipta manusia

2. Nilai nilai sosial berkaitan dengan tata laku hubungan antara sesama manusia ( kemasyarakatan)

3. Nilai nilai moral berkaitan dengan perbuatan baik buruk yang menjadi dasar kehidupan manusia dan masyarakat

 

3. Bentuk bentuk Sastra

            Menurut Zulfahnur(1996: 16) sastra dibagi 3 jika dilihat dari bentuknya yaitu: prosa, puisi drama

1. Prosa adalah bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa yang bebas dan panjang dengan penyampaian secara naratif

2. Puisi adalah bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa singkat, padat serta indah

3. Drama adalah bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa bebas dan panjang, serta ilukiskan dengan menggunakan dialog

            Sedangkan menurut Kosasih(2003:196) “Berdasarkan bentuknya, sastra terbgi atas empat bagian:

1. Prosa, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa yang bebas dan panjang dengan penyampaian secara naratif. Contohnya Novel atau cerpen

2. Puisi, yaitu bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa singkat, padat, serta indah. Dalam puisi lama, bentuknya selalu terikat oleh aturan aturan baku, antara lain:

a. jumlah larik tiap bait,

b. Jumlah suku kata atau kata dalam tiap tiap larik

c. Pola irama pada setiap larik atau bait, dan

d. Persamaan bunyi kata atau rima

3. Prosa Iris, yaitu sastra berbentuk puisi, namun isinya berupa cerita. Prosa Iris dapat pula diartikan sebagai prosa yang dipuisikan

4. Drama, bentuk sastra yang dilukiskan dalam bahasa bebas dan panjang, serta dilukiskan dengan menggunakan dialog.

 

B. Hakikat Drama

1. Pengertian Drama

            Menurut Morris et al(lihat Tarigan 1984: 69) Kata Dramaberasal dari bahasa Yunani; tegasnya dari kata kerja dran yang berarti “berbuat, to act atau to do”. Selanjutnya menurut Moulton(dalam Tarigan 1984: 70) mengatakan bahwa “drama adalah hidup yang ditampilkan dalam gerak” (life presented in action) Sedangkan pendapat Kosasih(2003: 240) menyatakan “ Drama adalah bentuk karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehidupan dengan menyampaikan pertikaian dan emosi melalui lakuan dan dialog. Lakuan dan dialog dalam drama tidak jauh beda dengan lakuan serta dialog yang terjadi dalam dalam kehidupan sehari hari. Berikutnya Sumardjo dan Saini(1986: 31) berpendapat bahwa “ Drama adalah karya sastra yang mengungkapkan cerita melalui dialog dialog para tokohnya.

            Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat ditarik simpulan bahwa drama adalah suatu karya sastra yang melukiskan keadaan kehidupan dengan adanya konflik dan emosi dalam bentuk dialog serta gerak lakon

 

 

2. Jenis-jenis Drama

            Menurut Kosasih(2003: 245) “Jenis jenis drama ada 4, yaitu 1) Tragedi, 2) Komedi, 3) Melodrama, 4) Farce.

2.1 Tragedi

            Drama tragedi umumnya memunculkan kisah yang sangat menyeihkan yang dialami seseorang insan yang mulia , kaum bangsawan, yang mempertaruhkan dirinya menentang rintangan-rintangan yang tidak seimbang dengan kekuatannya.( Kosasih 2003: 245)

            Tragedi adalah sejenis drama yang mempunyai ciri ciri sebagai berikut.

a. Menampilkan kisah sedih

b. Cerita bersifat serius

c. Memunculkan rasa kasihan dan ketakutan

d. Menampilkan tokoh yang bersifat kepahlawanan

2.2 Komedi

            Komedi mempunyai ciri ciri sebagai berikut.

a.Cerita ini umumnya menampilkan cerita cerita ringan

b.Drama ini mungkin pula memunculkan kisah serius namun dengan perlakuan nada yang ringan

c. Cerita ini mengenai peristiwa peristiwa yang kemungkinan terjadi

d. Kelucuan muncul dari tokoh dan bukan dari situasi.

e. Galak tawa yang ditimbulkan bersifat “bijaksana”

 

2.3 Melodrama

            Melodrama mempunyai ciri ciri sebagai berikut.

a. Mengetengahkan serta menampilkan kisah yang serius.

b. Banyak memunculkan kejadian yang bersifat kebetulan.

c. Memunculkan rasa kasihan yang sifatnya sentimental.

 

2.4 Farce

            Suatu farce mempunyai ciri ciri sebagai berikut.

a. Menimbulkan kelucuan yang tidak karukaruan

b. Bersifat episodik, memerlukan kepercayaan yang sesaat

c. Kelucuan kelucuan timbul dari situasi, bukan dari tokoh.

 

C. Teks Drama

            Menurut Luxemburg dkk(1984: 158) menyatakan bahwa “ Yang dimaksud dengan teks teks drama ialah semua teks yang bersifat dialog-dialog  dan isinya membentangkan sebuah alur”. Pembaca yang membaca teks drama tanpa menyaksikan pementasannya mau tidak mau membanyangkan jalur peristiwa diatas panggung, maka dari itu Luxemburg dkk(1984) mengaskan teks drama berkiblat pada pementasan. Sedangkan menurut Gufandri(2016: http://www.rankingkelas.com) menyatakan”Teks Drama yaitu suatu teks cerita yang di pentaskan diatas panggung atau biasa disebut teater ataupun tidak dipentaskan di atas panggung seperti drama radio, telivisi, dan film. Drama secara luas dapat diartikan sebagai salah satu bentuk sastra yang isinya tentang suatu kehidupan yang disajikan atau dipertunjukkan dalam bentuk gerak”.

            Berdasarkan pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa  tek drama adalah sebuah naskah drama berupa dialog dialog yang akan dipentaskan atau diperagakan sesuai kebutuhan peran dalam dialog tersebut.

            Dalam sebuah modul analisa drama, tiga aspek hendaklah ditinjau situasi bahasa, penyajian, dan alurnya.

1. Menurut situasi bahasa dialog atau teks pokok menjadi paling penting. Tetapi petunjuk petunjuk bagi pementasan  atau teks samping juga termasuk teks drama

2. penyajian unsur unsur alur, seperti para pemain, peristiwa, jangkauan waktu, dan ruang terjadi secara khusus

3. Segi segi alur disini tidak dibicarakan lagi.

 

 

D. Struktur Intrinsik Teks Drama

            Keutuhan atau kelengkapan sebuah teks drama dapat dilihat dari segi unsur intrinsik yang membentuknya. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro 2015: 30). Untuk memahami unsur intrinsik teks drama haruslah memiliki kemampuan  dalam menganalisis aspek aspek struktur yang membangun drama itu sendiri. Maka Menurut Suwandi (2007: 99) “unsur intrinsik meliputi Tema, alur, tokoh, penokohan, setting dan amanat”.

1. Tema

            Menurut Hartoko dan Rahmanto “Tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung didalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan persamaan atau perbedaan perbedaan” (Lihat Nurgiyantoro 1994: 115). Kemudian menurut Baldic (dalam Nurgiyantoro 1994: 115) menyatakan bahwa “Tema adalah gagasan asbtrak utama yang terdapat dalam sebuah karya sastra atau yang secara berulang ulang dimunculkan baik secara eksplisit maupun (yang banyak ditemukan) implisit lewat pengulangan motif. Sedangkan Kosasih (2003: 223) menyatakan “ Tema merupakan inti atau ide dasar sebuah cerita yang menjadi pangkal tolak pengarang dalam menceritakan peristiwa dalam cerita yang diciptakannya”. Tema suatu cerita menyangkut segala persoalan dalam kehidupan, kemanusiaan, kekuasaan, kasih sayang, kecemburuan dan sebagainya.

            Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa tema adalah gagasan dasar yang menopang sebuah karya sastra dalam menceritakan peristiwa dalam cerita ciptaannya  yang dimunculkan secara inplisit maupun eksplisit

 

2. Alur (plot)

            Menurut Sumardjo (1983: 130) menyatakan “plot merupakan struktur bangunan drama, Seluruh peristiwa dalam drama harus diatur dalam susunan tertentu dan susunan itu terdiri dari tiga bagian : permulaan, tengah, dan akhir peritiwa. Sedangkan Stanton( Dalam Nurgiyantoro 1994: 167) menyatakan “ plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadia itu hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.

            Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa plot merupakan rangkaian struktur bangunan cerita yang telah disusun secara terstruktur.

            Kosasih (2003: 243) mengemukakan jenis jenis alur dalam teks drama yaitu:

1.     Alur maju

            Alur maju adalah penceritaan rangkaian peristiwa  dari peristiwa paling awal hingga akhir peristiwa

2.     Alur Mundur

            Alur mundur adalah penceritaan rangkaian peristiwa dari peristiwa yang paling akhir kemudian berbalik keperistiwa awal

3.     Alur campuran

            Alur campuran adalah perpaduan antara alur maju dan alur mundur didalam suatu cerita.

            Sebuah cerita dalam drama tentu bergerak mulai dari permulaan, memulai dari suatu bagian tengah, menuju suatu akhir. Alur drama mempunyai kekhususan dibandingkan dengan alur fiksi. Kekhususan itu disebabkan karakteristik drama itu memang unik ( Priyatni 2010: 187). Tarigan  1984: 75) menegaskan bahwa” Suatu lakon haruslah bergerak maju dari permulaan(beggining), melalui suatu pertengahan (middle), menuju akhir (ending). Dalam drama bagian bagian ini dikenal dengan istilah eksposisi, komplikasi, dan resolusi.

            Eksposisi suatu lakon mendasari serta mengatur gerak atau action dalam masalah masalah waktu dan tempat. Dalam eksposisi memperkenalkan para pelaku kepada kita, yang akan dikembangkan dalam bagian utama lakon itu,dan memberikan suatu indikasi mengenai resolusi.

            Komplikasi bertugas mengembangkan konflik. Dalam komplikasi inilah kita dapat mempelajari serta meneliti tipe manusia yang bagaimanakan sebenarnya sang pahlawan itu Pengarang dapat menggunakan teknik sorot balik, atau flash back untuk memperkenalkan sang pahlawan tersebut.

            Resolusi harus berlangsung secara logis dan mempunyai hubungan yang wajar dengan apa apa yang mendahuluinya, yang terdapat dalam komplikasi

            Sedangkan Kosasih (2003) lebih jelas menguaraikan jalannya cerita dalam drama, beliau mengemukakan ada 5 bagian umum jalannya cerita dalam drama yaitu:

1.     Pengenalan suatu cerita

            Dalam bagian ini, pengarang memperkenalkan tokoh, menata adegan dan hubungan antar tokoh.

2.     Pengungkapan peristiwa (complication)

            Dalam bagian ini, disajikan peristiwa awal yang menimbulkan berbagai masalah, pertentangan, maupun kesukaran kesukaran bagi para tokoh.

3.     Menuju pada adanya konflik (rising action)

            Terjadi peningkatan kegembiraan, kehebohan ataupun keterlibatan situasi yang menyebabkan bertambahnya kesukaran para tokoh.

4.     Puncak konflik (turning point)

            Bagian ini pula disebut sebagi klimaks, bagian inilah cerita yang paling besar dan mendebarkan. Pada bagian ini pula dibentuk perubahan nasib beberapa tokohnya.

 

5.     Penyelesaian (ending)

            Sebagai akhir cerita, pada bagian ini berisi penjelasan tentang nasib nasib yang dialami tokohnya setelah mengalami peristiwa puncak itu.

 

3. Tokoh dan Penokohan

            Dalam teks drama, sering digunakan istilah seperti tokoh dan penokohan, Luxemburg (1984) mempergunakan istilah tokoh bila yang dibahas ialah sifat sifat pribadi seorang pelaku, sedangkan istilah aktor atau pelaku bila kita membahas instansi atau peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa.Sedangkan Sumardjo (1983) menguaraikan” Watak atau karakter dalam bentuk tokoh manusia yang berpribadi”. Lalu Kosasih (2003: 242) menyatakan “Tokoh adalah orang orang yang berperan dalam suatu drama sedangkan watak atau perwatakan menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh atau lebih menunjuk pada kualitas pribadi sang tokoh”.

            Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat diambil simpulan bahwa tokoh merupak subjek yang melakukan peran dalam suatu drama sedangkan penokohan merupakan sifat sifat sang subjek yang melakukan peran dalam suatu drama tersebut.

            Kosasih (2003: 242) menyatakan bahwa “berdasrkan perannya terhadap jalan cerita, tokoh ibagi menjadi 3 yaitu:

 

a)     Tokoh Protagonis

            Tokoh protagonis adalah tokoh yang medukung cerita. Biasanya ada satu atau dua figur tokoh protagonis utama yang dibantu oleh tokoh-tokoh lainnya yang ikut terlibat sebagai sebagai pendukung cerita. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (1994: 161) menyatakan bahwa “Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero- tokoh yang merupakan pengejawantahan norma norma nilai-nilai yang ideal bagi kita”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tokoh protagonis merupakan tokoh yang sejalan dengan keinginan para penonton atau pembaca karena sesuai dengan norma norma nilai-nilai yang diinginkan

b)     Tokoh Antagonis

            Tokoh antagonis adalah tokoh tokoh penting dalam cerita, biasanya tokh ini yang menentang cerita dan beberapa tokoh lainnya yang ikut menentang cerita. Sedangkan menurut Nurgiyantoro (1994: 161) menyatakan bahwa “Tokoh antagonis adalah tokoh yang beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung ataupun tidak langsung, bersifat fisik ataupun batin”. Berangkat dari dua pendapat diatas dapat diambil simpulan bahwa tokoh antagonis merupakan tokoh yang selalu berlawanan dengan tokoh protagonis, sehingga sering disebut sebagai tokoh yang jahat.

c)     Tokoh Tritagonis

            Tokoh tritagonis merupakan tokoh pembantu dalam suatu cerita, baik untuk tokoh protagonis maupun untuk tokoh antagonis

            Menurut Kosasih (2003: 228) menyatakan “untuk menggambarkan karakter seorang tokoh, pengarang dapat menggunakan teknik sebagai berikut

1.     Teknik Analitik, yaitu karakter tokoh yang diceritakan secara langsung oleh pengarang.

2.     Teknik Dramatik, yaitu karakter tokoh dikemukakan melalui penggambaran fisik dan perilaku tokoh, Penggambaran lingkungan kehidupan tokoh, penggambaran lingkungan hidup tokoh, penggambaran tata kebahasaan tokoh, pengungkapan jalan pikiran tokoh, penggambaran oleh tokoh lain

            Luxemburg dkk (1984: 171) menguraiakan dua pelukisan watak yaitu,

1.     Pelukisan watak secara eksplisit

            Watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentar seorang pelaku lain. Ucapan seorang tokoh mengenai mengenai seorang tokoh lain tidak selalu dapat dipercaya begitu saja. Tetapi sekurang kurangnya ucapan serupa itu mengandung sebuah penafsiran, dan terserah sikap pembaca maupun sikap penonton terhadap pembicara apakah percaya atau tidak

2.     Peluksisan watak secara inplisit

            Pelukisan ini terjadi lewat perbuatan perbuatan dan ucapan, da sebetulnya lebih penting dari pada pelukisan secara eksplisit.

            Pendapat dari Nurgiyantoro (2015: 279) terdapat dua teknik pelukisan tokoh yaitu Teknik ekspositori dan teknik dramatik.

1.     Teknik ekspositori yang sering juga disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, dan penjelasan secara langsung,dimana tokoh cerita dihadirkan tidak dengan watak yang berbelit belit, melainkan begitu saja dan langsung  disertai deskripsi kedirirannya yang mungkin berupa sikap, sifat. Watak, tingkah laku dan bahkan juga ciri fisiknya

 

2.     Teknik dramatik, yaitu penampilan tokoh cerita dengan teknik dramatik mirimp dengan yang ditampilkan pada drama, yaitu dilakukan secara tidak langsung. Maksudnya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sufat dan sikap serta tingkah laku para tokoh.

            Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahw teknik pelukisan tokoh ada dua yaitu teknik analitik (secara langsung) dan teknik dramatik (secara tidak langsung).

 

4. Latar atau setting

            Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas, menunjuk pada pengertian tempat, hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa peristiwa yang diceritakan ,(Abraham dalam Nurgiyantoro 1994: 302). Sejalan dengan itu, Kosasih (2003: 227) menyatakan bahwa “Yang terliput dalam latar adalah keadaan tempat, waktu dan budaya”.

            Latar mempunya fungsi memberikan informasi situasi (ruang dan tempat) sebagaimana adanya digambarkan dalam teks drama, dan merupakan proyeksi keadaan batin para tokoh. Latar erat hubungannya dengan unsur unsur pembangun teks drama lainnya. Penggambaran latar yang tepat dapat memudahkan menentukan gambaran watak tokoh. Latar dengan unsur unsur lain akan saling melengkapi supaya bisa menghasilkan cerita yang utuh.

            Luxemburg dkk (1984: 172) menyebut latar dengan menggunakan istilah “ruang”. Belia menjelaskan dalam menganalisa teks drama dari segi latar (ruang) yang menarik diselidiki adalah ungkapan ungkapan mana dalam teks drama yang mengandung indikasi indikasi tentang ruang. Maksud dari teori ini adalah didalam menganalisa latar tentung kita harus dapat menyelidiki uangkapan mana yang dapat memberikan gambaran bahwa para tokoh tersebut berada di ruang mana, misalnya di halaman rumah, ruang tama, kantor dll.

            Hudson membedakan latar menjad latar sosial dan latar fisik/material. Latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa dan lain lain yang melatari peristiwa. Adapun latar fisik, yaitu bangunan, daerah dan sebagainya (sudjinan dalam Sumardjo 1984)

            Berdasarkan para pendapat ahli diatas, maka disimpulkan bahwa Latar adalah suatu petunjuk, keadaan suatu tempat, acuan segala yang berhubungan dengan ruang (tempat, waktu serta suasana) yang mendukung suatu peristiwa dalam cerita atau karya sastra.

            Kosasih (2003: 244) membedakan latar kedalam tiga unsur pokok, yaitu:

a)     Latar Tempat

            Yaitu penggambaran tempat kejadian didalam naskah drama

b)     Latar Waktu

            Yaitu penggambaran waktu kejadian didalam naskah drama

c)     Latar Suasana

            Yaitu penggambaran suasana yang terjadi dalam suatu peristiwa dalam naskah drama

 

5. Amanat

            Amanat menurut Kosasih (2003: 230) adalah “Ajaran moral atau pesan dikatis yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca melalui karyanya” Hal yang sama juga diungkapkan oleh Nurgiyantoro (1994:  429) dengan menggunakan istilah unsur moral yaitu “ Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya sasra, makna yang disarankan lewat karya sedangkan Zulfahnur (1996: 26) menyatakan bahwa “Amanat adalah pesan berupa ide, gagasan, ajaran moral dan nilai nilai kemanusiaan yang ingin disampaikan/ Dikemukakan pengarang lewat cerita

            Berdasarkan pendapat diatas, maka disimpulkan bahwa Amanat adalah suatu ajaran moral dari pengarang karya sastra yang disarankan lewat karya sastra itu sendiri.

 

E. Model pembelajaran

1. Pengertian Model Pembelajaran

            Menurut Zubaedi (2011: 185) menyatakan “Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas dan tutorial”. Beliau menjelaskan berdasarkan dari beberapa sumber yang beliau dapatkan bahwa Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas.

            Sehubungan dengan itu Istarani (2011: 1) Model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segaa aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau tidak angsung dalam proses belajar mengajar.

            Sedangkan menurut Suprijono (2009: 45) menyatakan bahwa “ Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas

            Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan model pembelajaran merupakan rangkain pola yang digunakan sebagai landasan parktik pembelajaran yang dilakukan guru guna memaksimalkan penyajian materi ajar yang meliputi segala kurikulum yang ingin dicapai.

 

2. Model pembelajaran Kooperatif

            Model yag akan dibahas dalam sub bab ini adalah model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif sejatinya pembelajaran yang sudah modern dan sering dipakai sebagai solusi untuk medesain metode pengajaran dikelas agar tidak membosankan. Mengajar dengan model pembelajaran kooperatif, ungkap Lickona, akan memungkinkan pendidik dapat mengajarkan nilai nilai  atau karakter dan akademik secara bersamaan.(Lihat Zubaedi 2011: 215)

            Suprijono (2009: 54) menyatakan bahwa “ Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi jenis kerja kelompok termasuk bentuk bentuk yang dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru”.

            Sedang pendapat ahli lain yaitu Fathurrohman (2015: 44) menyatakan bahwa “ Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivisme, secara filosofis teori konstruktivisme adalah membangun pengetahuan sedikit demi sedikit, yang kemudian hasilnya dapat diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong konyong.

            Slavin (2005) menyatakan “In cooperative learning methods, students work together in four member teams to master material initially presented by the teacher”. Ini berarti bahwa cooperative learning atau pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

            Dari beberapa pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah cara belajar dalam bentuk kelompok-kelompok kecil yang saling bekerjasama dan diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan.

 

2.1  Dampak positif dari pembelajaran kooperatif

            Zubaedi (2011: 215) memberikan beberapa dampak positif dari pembelajaran kooperatif terutama dalam pembentukan karakter peserta didik dijelaskan sebagai berikut

a)     Pembelajaran kooperatif mengajarkan nilai nilai kerja sama.Ia mengajar siswa bahwa sebuah kebaikan untuk saling membantu antara satu dengan yang lain.

b)     Pembelajaran kooperatif membangun masyarakat melalui ruang kelas

c)     Pembelajaran kooperatif mengajarkan keterampilan hidup dasar. Keterampilan yang ditanamkan oleh pembelajaran kooperatif yang paling penting diantaranya mencakup mendengar, mengambil pendapat orang lain.

d)     Pembelajaran kooperatif menawarkan alternatif bagi model pe-rangkingan

e)     Pembelajaran koopeartif memiliki potensi untuk menekan aspek negatif dari kompetisi

 

2.2  Unsur unsur pembelajaran kooperatif

            Unsur unsur dasar pembelajaran kooperatif menurut Zubaedi (2011) ada 7 unsur yaitu,

a)     Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama).

b)     Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya. Selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang akan dihadapi

c)     Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama

d)     Para siswa membagi tugas dan berbagai tangung jawab diatas para anggota kelompok

e)     Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok

f)      Para siswa berbagi  kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketermpilan bekerja sama dalam belajar

g)     Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ia bahas secara individual.

            Sedangkan menurut Roger dan David (dalam Suprijono 2009: 58-61) menyatakan untuk mencapai hasil maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

1)     Positive interdependence ( Saling ketergantungan positif)

2)     Personal responsibility (Tanggungjawab perseorangan)

3)     Face to face promotive interaction (Interaksi promotion)

4)     Interpersonal skill ( Komunikasi antar anggota)

5)     Group processing ( Pemrosesan kelompok)

            Unsur pertama pembelajaran kooperatif adalah saling ketergantungan positif, unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok.Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahanyang ditugaskan.

            Beberapa cara membangun saling ketergantungan positif yaitu:

a.      Menumbuhkan perasaan peserta didik bahwa dirinya terintegrasi dalam kelompok, pencapaian tujuan terjadi jika semua anggota kelompok mencapai tujuan.

b.     Mengusahakan agar semua anggota kelompok mendapatkan penghargaan yang sama jika kelompok kelompok mereka berhasil mencapai tujuan.

c.      Mengatur sedemikian rupa sehingg setiap peserta didik dalam kelompok hanya mendapatkan sebagian dari keseluruhan tugas kelompok.

d.     Setiap peserta didik ditugasi dengan tugas atau peran yang saling mendukung dan saling berhubungan, saling melengkapi, saling terikat dengan peserta lain dalam kelompok (Suprijono 2009: 59)

            Unsur kedua pembelajaran kooperatif adalah tanggung jawab individual. Pertanggungjawaban ini muncul jika dilakukan pengukuran terhadap keberhasilan kelompok. Beberapa cara menumbuhkan tanggungjawab perseorangan adalah (a) Kelompok belajar jangan terlalu besar, (b) melakukan assesmen terhadap setiap siswa, (c) memberi tugas kepada siswa, yang dipilih secara random untuk mempresentasikan hasil kelompoknya kepada guru maupun kepada peserta didik lainnya, (d) mengamati setiap kelompok dan mencatat frekuensi individu dalam membantu kelompok, (e) menugasi seorang peserta didik untuk berperan sebagai pemeriksa dikelompoknya, (f) menugasi peserta didik mengajar temannya.

            Unsur yang ketiga pembelajaran kooperatif adalah interaksi promotif. Unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling ketergantungan positif.

            Ciri ciri interaksi promotif adalah:

a.      Saling membantu secara aktif dan efisien

b.     Saling memberi informasi bersama dan sarana yang diperlukan

c.      Memproses informasi bersama secara efektif dan efisien

d.     Saling mengingatkan

e.      Saling membantu

f.      Saling percaya

g.     Saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama

            Unsur yang keempat adalah keterampilan sosial. Untuk mengkoordinasi kegiatan peserta didik dalam mencapai tujuan peserta didik harus

a.      Saling mengenal dan memprecayai

b.     Mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambius

c.      Saling menerima dan saling dukung

d.     Mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

            Unsur kelima pembelajaran kooperatif adalah pemrosesan kelompok. Pemrosesan maksudnya menilai. Siapa diantara anggota kelompok yang sangat membantu dan siapa yang tidak membantu. Tujuan dari pemrosesan kelompok adalah meningkatkan efektivitas anggota dan memberikan kontribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok

 

2.3 Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif          

            Menurut Trianto (2009: 57) tujuan model pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

1)     Siswa bekerja sama untuk belajar dan bertanggungjawab pada kemajuan belajar temannya

2)     Untuk menekankan pada tujuan dan kesuksesan kelompok, yang hanya dapat dicapai jika semua anggota kelompok mencapai tujuan dan penguasaan materi

3)     Memaksimalkan belajar siswa untuk meningkatkan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu atau kelompok

4)     Untuk dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang dan kemampuan

5)     Dapat mengurangi kesenjangan pendidikan khususnya dalam wujud input pada level individual

6)     Dapat meningkatkan solidaritas sosial dikalangan para siswa

7)     Untuk memunculkan generasi baru yang memiliki prestasi akademik yang cemerlang dan memiliki solidaritas sosial yang kuat

            Sedangkan menurut Fathurrohman (2015: 48) menyatakan “Tujuan dari pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi ketika keberhasilan individu ditentukan oleh keberhasilan kelompoknya”. Beliau menjelaskan bahwa strategi pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tujuan pembelajaran penting, yaitu:

1)     Hasil belajar akademik

            Beberapa penelitian dari tokoh Coperative Learning (Johnson dan Johnson, Slavin, Kagan, dan sebagainya) membuktikan bahwa model ini lebih unggu  dalam membantu peserta didik dalam memahami konsep konsep yang sulit dan dapat meningkatkan nilai(prestasi) peserta didik pada belajar akademik.

2)     Penerimaan terhadap perbedaan individu

            Tujuan lain model pembelajaran kooperatif (cooperatif learning) adalah penerimaan secara luas dari orang orang yang berbeda berdasarkan ras budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuan.

3)     Pengembangan keterampilan sosial

            Tujuan ketiga adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekrja sama dan berkolaboasi, keterampilan keterampilan sosial yang dimiliki siswa menjadi bekal dalam lingkungan sosialnya.

 

3. Macam macam Model pembelajaran Kooperatif

            Fathurrahman (2015) membuat banyak macam macam model pembelajaran Kooperatif antara lain mulai dari Student Teams Achievement devisions (STAD), Teams games Tournaments, Snowball Throwing, Jigsaw, Learning Together, Group Investigation dan masih banyak lagi, sama halnya Slavin (2005) memuat model model pembelajaran kooperatif mulai dari Student Teams Achievement Divisions (STAD), Team-Game-Turnament, Team-Assisted Individualization, CIRC, Group Investigation, Jigsaw II dan Co-op Co-op. Namun sesuai kebutuhan penelitian, penulis hanya akan menguraikan tentang Model Jigsaw dan model STAD.

 

3.1 Model Jigsaw

            Metode pengjaraan dengan jigsaw dikembangkan oleh Elliot dan Aronson dan rekan rekannya (lihat Slavin, 2005: 236). Slavin (2005) juga menjelaskan model jigsaw dapat digunakan apabila materi yang akan dipelajari adalah yang terbentuk narasi tertulis. Pengajaran atau bahan baku untuk jigsaw biasanya harus berupa sebuah sub bab, cerita, biografi atau materi materi-materi narasi atau deskripsi serupa. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran menganalisis dapat diadopsi dengan menggunakan model ini.

            Dalam jigsaw, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan “lembar ahli” yang terdiri atas topik topik yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu “Kelompok ahli” untuk mendiskusikan topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali ke tim mereka dan secara bergantian mengajari tim satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim. Kunci metode jigsaw ini adalah interdependensi: Tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan inforasi yang diperlukan supaya dapat bekerja baik saat penilaian.

            Sehubungan dengan itu, Suprijono (2009: 89) menjelaskan Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik yang akan dibahas oleh guru. Selanjutnya guru membagi kelas menjadi kelompok kelompok kecil. Jumlah kelompok tergantung pada jumlah konep yang terdapat pada topik yang akan dipelajari. maka dibentuklah kelompok kelompok berdasarkan konsep topik yang akan dipelajari dengan sebutan kelompok asal.

            Setelah kelompok asal terbentuk , guru membagiakan materi tekstual kepada tiap tiap kelompok, setiap orang dalam setiap kelompok bertanggung jawab mempelajari materi tekstual yang diterimanya dari guru. Sesi berikutnya membentuk expert teams ( Kelompok ahli), Setelah terbentuk kelompok ahli, berikan kesempatan kepada mereka berdiskusi. Melalui fiskusi di kelompok ahli, mereka diharapkan memahami topik materi kontekstual yang diberikan guru tersebut. Selanjutnya mereka kembali ke kelompok asal dan mulai mengajari teman satu kelompok asalnya dengan topik materi yang sudah dikuasai.

            Fathurrohman (2015: 63) menyatakan “ Model pembelajaran kooperatif teknik jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri  dari 4-6 orang secara heterogen dan bekerja sama secara saling ketergantungan yang positif dan bertanggungjawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus diepalajari. Pada model pembelajaran koperatif model jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok ahli. Kelompok asa adalah induk siswa yang beranggotakan siswa dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok asal merupakan gabungan dari kelompok ahli. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas tugas yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian  dijelaskan kepada kelompok anggota kelompok asal

            Langkah-langkah dalam penerapan model teknik jigsaw (Fathurrahman, 2015: 64) sebagai berikut:

a)     Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda, dan kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selanjutnya siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pelajaran. Semua siswa dengan materi pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Setiap kelompok ahli akan kembali ke kelompok asal memberikan informasi yang telah iperoleh atau dipelajari dalam kelompok ahli. Sedangkan guru memfasilitasi diskusi kelompok baik yang ada pada kelompok ahli maupun kelompok asal.

b)     Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing masingkelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

c)     Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual

d)     Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasaakan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya

e)     Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran

f)      Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan jigsaw untuk belajar materi baru maka perlu dipersiapkan suatu tuntunan adan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

            Dalam model pembelajaran kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan dapat menyampaikan kepada kelompoknya.( Rusman, 2008: 203)

            Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli digambarkan sebagai berikut:

Description: Hasil gambar untuk model jigsaw

(Sumber: www.gurusmk.com)

 

            Kelebihan model pembelajaran jigsaw oleh Yamin (dalam Istarani 2011: 28-29) adalah sebagai berikut:

1)     Mengajarkan siswa menjadi percaya pada guru dan lebih percaya lagi pada kemampuan sendiri untuk berpikir, mencari informasi dari sumber lainnya, dan  belajar dari siswa lain

2)     Mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya, ini secara khusus bermakna ketika dalam proses pemecahan masalah

3)     Membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar dan siswa yang lemah dan menerima perbedaan ini

4)     Suatu strategi efektif untuk mencapai tujuan akademik dan sosial termasuk meningkatkan prestasi, percaya diri, interpersonal positif antar satu siswa dengan siswa lain.

5)     Banyak menyediakan kesempatan kesempatan pada siswa untuk membandingkan jawabannya dan menilai ketepatan jawaban itu.

6)     Suatu strategi yang dapat digunakan secara bersama dengan orang lain seperti pemecahan masalah

7)     Mendorong siswa lemah untuk berbuat, dan membantu siswa pintar mengidentifikasikan jelas jelas dengan pemahamannya.

8)     Interaksi yang terjadi selama belajar kelompok membantu memotivasi siswa dan mendorong pemikirannya.

9)     Dapat memberikan kesempatan pada para siswa belajar keterampilan bertanya dan mengomentari  suatu masalah

10) Dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan diskusi

11) Memudahkan siswa melakukan interaksi sosial

12) Menghargai ide orang yang dirasa lebih baik

13) Meningkatkan kemampuan berpikir kreatif.

 

3.2 Model Student Teams Achievement Divisions (STAD)

3.2.1 Pengertian Model STAD

            Slavin (2005: 143) menyatakan “ STAD nerupakan salah satu metode pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan model yang paling baik untuk permulaaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan kooperatif.

            Sehubungan dengan itu, Fathurrohman (2015: 53) menyatakan “ Inti dari STAD adalah guru menyampaikan suatu materi, sementara para siswa tergabung dalam kelompoknya yang terdiri 4 atau 5 untuk menyelesaikan soal soal yang diberikan oleh guru”. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks.

            Dalam membagi siswa ke dalam tim (kelompok) menurut Slavin (2005), dimana tim-tim STAD mewakili seluruh bagian didalam kelas. Didalam kelas terdiri dari separuh laki laki, separuh perempuan, tiga perempat kulit putih, dan seperempat minoritas boleh saja membentuk tim yang terdiri empat orang yang terdiri dari dua laki laki dan dua orang perempuan, dan tiga siswa kulit putih serta satu siswa minoritas. Tim tersebut juga harus terdiri dari seorang berprestasi tinggi, seorang berprestasi rendah dan sisanya berprestasi sedang.

            Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model STAD merupakan model pembelajaran kelompok yang terdiri atas beberapa kelompok kecil secara heterogen dimana perpaduan anatara jenis kelamin, ras, agama, budaya serta kemampuan akademik individual menjadi satu kesatauan tim dalam memecahkan masalah pembelajaran yang sedang dipelajari.

 

3.2.2 Komponen Model STAD

            Masih menurut Slavin (2005) STAD terdir atas lima komponen utama yaitu presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, rekognisi tim.

            Presentasi kelas. Materi dalam STAD pertama-tama diperkenalkan dalam presentasi didepan kelas. Ini merupakan pengajaran langsung seperti yang sering kali dilakukan ditiap tiap diskusi pelajaran yang dipimpin oleh guru, tetapi bisa juga memasukkan presentasi audiovisual. Dengan cara ini, para siswa akan enyadari bahwa mereka harus benar benar meberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis kuis, dan skor kuis mereka enentukan skor tim mereka.

            Tim. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal ini kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi utama dari tim ini memastikan bahwa semua anggota tim benar benar belajar, dan yang lebih khususnya lag, adalah untuk mempersiapkan anggotanya untuk bisa mengerjakan kuis dengan baik.

            Kuis. Setelah sekitar satu atau dua periode setelah guru memberikan presentasi dan sekitar satu atau dua dekade praktek tim, para siswa akan mengerjakan kuis individual. Para siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis.

            Skor kemajuan individual. Gagasan dibalik skor kemajuan individual adalah untuk memberikan kepada tiap siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat dan memberikan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya.

            Rekognisi tim. Tim mendapat bentuk penghargaan apabila skor rata rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat merekan

 

3.2.3 Tahap Kegiatan dalam model STAD

            Jadwal kegiatan dalam STAD oleh Slavin (2005) terdiri dari siklus instruksi kegiatan regular, sebagai berikut:

1)     Mengajar, yaitu menyampaikan pelajaran, Pada tahap ini, guru mulai dengan menyampaikan tujuan pembelajaran umum dan khusus serta memotivasi rasa keingintahuan peserta didik mengenai topik/materi yang akan dipelajari. Dilanjutkan dengan memberikan apersepsi yang bertujuan mengingatkan peserta didik terhadap materi prasyarat yang telah dipelajari agar peserta didik dapat menghubungkan meteri yang akan diberikan dengan pengetahuan yang dimiliki. Teknik penyajian materi pelajaran dapat dilakukan dengan cara klasikal ataupun melalui diskusi. Mengenai lamanya presentasi dan berapa kali harus dipresentasikan bergantung kepada kekompleksan materi yang akan dibahas.

2)     Belajar Tim, Yaitu para siswa bekerja dengan lembar lembar kegiatan dalam tim mereka untuk menguasai materi, Pada tahap ini peserta didik diberikan lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok ini, peserta didik saling berbagi tugas dan saling membantu penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang akan dibahas dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Pada tahap ini guru bertindak sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok.

3)     Tes, Yaitu para siswa mengerjakan kuis kuis individual, Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan belajar yang akan dicapai diadakan tes secara individual mengenai materi yang telah dibahas, tes individual biasanya dilakukan setiap selesai pembelajaran setiap kali pertemuan, agar peserta didik dapat menunjukkan apa yang telah dipelajari secara individu selama bekerja dalam kelompok Skor perolehan individu ini dikumpulkan dan diarsipkan untuk digunakan pada perhitungan perolehan skor kelompok

4)     Rekognisi tim, Skor tim dihitung berdasarkan skor kemajuan, Skor perkembangan individu dihitung berdasarkan skor awal.

            Berikut ini adalah pedoman pemberian skor perkembangan individu.

Tabel 2.1

Konversi Skor Perkembangan Poin Kemajuan

Skor Tes

Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal

5 poin

10 – 1 poin di bawah skor awal

10 poin

Skor awal sampai 10 poin di atasnya

20 poin

Lebih dari 10 poin di atas skor awal

30 poin

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal)

30 poin

Sumber: Slavin  (2009:159)

5)     Tahap Tahap Penghargaan Kelompok. Pada tahap ini perhitungan skor kelompok dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing skor perkembangan individu kemudian dibagi sesuai jumlah anggota kelompoknya. Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan perolehan rata-rata, penghargaan dikategorikan kepada kelompok baik, kelompok hebat dan kelompok super

Slavin  (2009:160) mengemukakan kriteria yang digunakan untuk menentukan

pemberian penghargaan terhadap kelompok yaitu:

Tabel  2.2
Tingkat Penghargaan Kelompok

Rata-rata Kelompok

Penghargaan

15 poin

Tim baik

16 poin

Tim sangat baik

17 poin

Tim super

Sumber: Slavin (2009:160)

        Berdasarkan uraian di atas, dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan pendekatan STAD guru harus melaksanakan langkah-langkah: penyajian materi, kegiatan kelompok, tes individu, perhitungan skor setiap individu dan penghargaan kelompok. Guru bisa menyajikan materi baik secara klasikal atau pun melalui diskusi, dan tetap harus menyusun perencanaan pelaksanaan pembelajaran dan mempersiapkan lembar kerja peserta didik atau panduan belajar peserta didik, pembentukan kelompok belajar dan menjelaskan pada peserta didik tentang tugas dan perannya dalam kelompok, juga mengenai perencanaan waktu dan tempat duduk peserta didik. Supaya proses pembelajaran terlaksana dengan baik segala sesuatunya harus dipersiapkan dengan baik pula, agar peran aktif peserta didik dan demokrasi benar-benar terlaksana.

 

3.2.4 Langkah langkah penerapan model STAD

            Langkah langkah penerapan pembelajaran kooperatif STAD menurut Fathurrohman (2015: 54)

1)     Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai

2)     Guru memberikan tes/ kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal

3)     Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda beda (Tinggi, sedang dan rendah). Jika anggota terdapat berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta kesetaraan gender

4)     Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD, biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi

5)     Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan dan memberikan penegasan pada materi pembelajara yang telah dipelajari.

6)     Guru memberi tes/ kuis kepada setiap siswa secara individual.

7)     Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya.

            Kunci keberhasilan di dalam penggunaan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini adalah persiapan guru dalam:

a)          Memilih materi yang ada pada Standar Isi dengan melihat pengetahuan prasyarat siswa;

b)          Memilih materi yang ada pada Standar Isi dengan melihat minat siswa;

c)          Memilih materi yang ada pada Standar Isi yang memungkinkan untuk dilakukannya kuis yang dapat diujikan dan di-skor dengan cepat;

d)          Menyusun tugas untuk anggota masing-masing kelompok sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugas masing-masing dengan bertanggung jawab untuk kelompok masing-masing. Selain itu juga, para anggota masing-masing kelompok harus saling mendengarkan dan mengungkapkan pendapat masing-masing kelompok secara ikhlas;

e)          Membimbing agar siswa dapat berkomunikasi dengan kelompok lain secara bijaksana sehingga melalui pembelajaran kooperatif tipe STAD, dapat dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa dapat saling berbagi kemampuan, belajar berpikir kritis, menyampaikan pendapat, memberi kesempatan, menyalurkan kemampuan, membantu belajar, serta menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain anggota kelompok.

 

3.2.5 Kelebihan Model STAD

Keuntungan pembelajaran STAD  menurut Trianto (2009: 68) adalah sebagai berikut :

a)     Siswa bekerja sama dalam mencapai tujuan dengan menjunjung tinggi norma-norma kelompok.

b)     Siswa aktif membantu dan mendorong semangat untuk sama-sama berhasil

c)     Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan keberhasilan kelompok.

d)     Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan mereka dalam berpendapat.

F. Penelitian Terkait  

Penelitian yang terkait dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh (Putri, Aswandi, Martono :2) dengan judul penelitian Pemanfaatan STAD pada unsur intrinsik teks drama terhadap pembelajaran kelas VIII SMP TUNAS BANGSA, Berdasarkan hasil praobservasi yang telah dilakukan peneliti di SMP Tunas Bangsa Kubu Raya pada tanggal 16 Juli 2012, diketahui bahwa siswa dikelas VIII A berjumlah 16 siswa yang mendapat nilai di atas KKM sebanyak 2 siswa, nilai dibawah KKM sebanyak 10 siswa, dan nilai sesuai KKM sebanyak 4 siswa. Selanjutnya Studi yang dilakukan oleh (Nikamah, Pratiwi dan Kamal :5) dengan judul Peningkatan kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik teks drama dengan metode adaptasi inkuiri pada siswa kelas VIII-C Mts Al-Fatah sawahan nganjuk tahun ajaran 2012/2013, mengatakan pada studi pendahuluan angka persentasi sebelum pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri yaitu siswa yang mendapat nilai diatas 70 KKM sebanyak 6 siswa atau 26,09% dari 23 siswa. Sedangkan siswa yang tidak tuntas sebanyak 17 siswa atau 73,91%.

Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Nurhuzaipa (2014: http://e-campus.fkip.unja.ac.id) dalam penelitiannya yang berjudul Kemampuan mengidentifikasi unsur intrinsik naskah drama dalam buku teks bahasa dan sastra Indonesia siswa kelas VIII-a SMP Negeri 10 Batanghari Tahun ajaran 2014/ 2015 menyatakan Hasil penelitian  saat pre tes menunjukkan bahwa kemampuan siswa kelas VIII A SMP Negeri 10 Batanghari Tahun Pelajaran 2014/1015 dalam menganalisis unsur intrinsik teks drama tergolong kurang mampu dengan nilai rata-rata 42,21 sedangkan KKM nilai 70.

Penelitian-penelitian diatas meneliti objek yang sama dengan  yaitu pembelajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama

 

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

A. Metode Penelitian

Metode penelitian memegang peranan penting dalam suatu penelitian agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Donald (1982:50) menyatakan, “Metode penelitian ialah strategi umum yang dianut dalam pengumpulan data dan analisis data yang diperlukan, guna menjawab persoalan yang dihadapi. Ini adalah rencana pemecahan bagi persoalan yang sedang diselidiki.” Selanjutnya Sukmadinata (2012: 52) menyatakan, “Metode penelitian merupakan rangkaian cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian yang didasari oleh asumsi asumsi dasar, panangan pandangan filosofis dan ideologis pertanyaan dan isu isu yang dihaapi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Metode penelitian adalah suatu rangkaian strategi dalam mengumpulkan data serta analisisnya untuk menuntaskan problem yang sedang dikaji.

Sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, maka metode yang digunakan adalah metode eksperimen kuantitatif. Metode eksperimen yaitu mengadakan percobaan untuk melihat situasi hasil. Hal ini sesuai pendapat Donald (1982:319) yang menyatakan, ”eksperimen adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan oleh peneliti untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada hubungannya dengan hipotesis. Peneliti dengan sengaja dan secara sistematis memasukkan perubahan-perubahan ke dalam gejala-gejala alamiah dan kemudian mengamati dari perubahan-perubahan itu. Sedangkan metode penelitian Kuantitatif menurut Sugiyono (2010: 7) adalah metode penelitian berupa angka angka dan analisis yang menggunakan statistik.

Melalui metode ini, peneliti akan memperoleh deskripsi yang akurat tentang perbedaan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrisik teks drama yang diajar dengan model Jigsaw versus yang diajar dengan model STAD oleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar dengan menggunakan disain Pra-tes dan Pasca-tes dengan kelompok kelompok yang diacak Donald (1982: 356).

 

B. Lokasi Penelitian

            Dalam melaksanakan penelitian, peneliti tidak terlepas dari lokasi penelitian yang menjadi tempat untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Maka yang menjadi lokasi penelitian dilaksanakan di SMP Negeri 9 Pematangsiantar, adapun alasan dalam memilih lokasi penelitian tersebut karena sekolah tersebut belum pernah dilakukan suatu penelitian dengan permasalahan yang sama. Lalu disekolah tersebut menerapkan kurikulum yang relevan dengan subjek yang akan diteliti, yaitu kurikulum KTSP dengan SK 7 dan KD 7.1 tentang menganalisis unsur intrinsik teks drama.  Selanjutnya Sekolah tersebut merupakan tempat peneliti mengadakan Program Pengalaman Lapangan(PPL) sehingga hubunga antara peneliti terhadap pihak sekolah sudah terjalin dengan baik, untuk itu diyakini peneliti mendapatkan izin untuk melaksanakan penelitian disekolah tersebut.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan adalah desain  5 ( yang menggunakan pra tes dan pasca tes dengan kelompok kelompok yang diacak)

Dalam desain 5 dilakukan pra tes terhadap dua kelompok yang berbeda secara acak ( Random Sampling ) tentang variabel terikat . dua kelompok tersebut dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok pembanding (kontrol )

            Perlakuan eksperimen diberikan  kepada kelompok eksperimen dalam jangka waktu tertentu. Sesudah itu, Variabel terikat antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol diukur maka perbedaan rata rata antara pra tes dan pasca tes bagi setiap kelompok yang dihitung. kemudian skor perbedaan rata rata dibandingkan dengan menggunakan uji perbedaan mean sampel tak berhubungan. Hal ini untuk memastikan apakah perlakuan eksperimen yang diberikan kepada kelompok eksperimen mendapat pengaruh yang besar terhadap variabel terikat dibandingkan dengan kelompok kontrol. Untuk lebih jelas, Lihat tabel 1 berikut

Tabel 3.1

 

Kelompok

Pra-tes

Variabel bebas

Pasca-tes

R

E

Y1

X

Y2

R

P

Y1

X

Y2

(Sumber : Ary Donald 1982: 356)

 

Keterangan :

E                      : Kelompok eksperimen

P                      : Kelompok Pengendali 

Y1                   : Pra tes ( sebelum diberi perlakuan )

X                     : Pembelajaran dengan model Jigsaw

X                     : Pembelajaran dengan model STAD

Y 2                  : Pasca tes ( sesudah diberi perlakuan eksperimen )

D. Populasi Penelitian

Arikunto (1997 : 108) menyatakan bahwa, “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian.” Apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitan, maka penelitiannya merupakan penelitian populasi.Studi atau penelitiannya juga disebut studi populasi atau studi sensus, sedangkan Donald (1982: 189) menyatakan, “Populasi dirumuskan sebagai kelompok yang besar yang menjadi sasaran generalisasi. Selanjutnya oleh Donald, bahwa populasi sebagai semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan anggota kelompok yang akan diteliti.

Maka Populasi dalam penelian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar.

 

E. Sampel

             Donald (1982 : 190) menyatakan bahwa, “sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi untuk memperoleh gambaran atau informasi mengenai populasi.” Sesuai dengan pendapat di atas maka peneliti menentukan sampel dengan teknik penarikan sampel secara acak (Random sampling)

            Dalam penelitian ini sampel diambil dari populasi kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar secara acak untuk dipilih menjadi 2 kelas yang berbeda. cara pengambilan sampel dilakukan dengan menuliskan keseluruhan jumlah kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar  yang ada di populasi menjadi  berbagai lipatan kertas. Lalu di acak, kemudian sampel diambil dengan mata tertutup.

 

F. Instrumen Penelitian

            Donald (1982 : 247 ) Menyatakan “Tugas utama dalam pengukuran adalah memilih alat pengukur yang dapat dipertanggungjawabkan untuk mengukur tingkah laku dan sifat suatu yang diteliti”

            Maka alat ukur yang digunakan adalah alat berupa intrumen tes. Tes yang digunakan adalah  Tes menganalisis teks drama dari segi unsur intrinsiknya

            Tes yang dilakukan adalah pre tes dan post tes. pra-tes digunakan untuk menjaring data kemampuan untuk menganalisis unsur intrinsik teks drama sebelum diadakan perlakuan, sedangkan pos-tes digunakan untuk menjaring data kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama setelah diadakan perlakuan,yaitu pembelajaran dengan menggunakan model Jigsaw versus pembelajaran dengan menggunakan model STAD.

Adapun Kriteria kemampuan menganalisis unsur intrinsik disebut sebagai berikut:

Tabel 3.2

Nomor

Aspek Penilaian

Skor

1

Analisis tema

20

2

Analisis Alur

20

3

Analisis Tokoh dengan Penokohan

20

4

Analisis Latar

20

5

Analisis Amanat

20

Jumlah Skor

100

 

Tabel 3.3

Kategori dan Skor Nilai

Kategori

Skor Nilai

Sangat Baik

80-100

Baik

66-79

Cukup

56-65

Kurang

40-55

Sangat Kurang

30-39

(Arikunto, 2009: 245

G. Prosedur Penelitian

 

 


Rounded Rectangle: SAMPEL                                                                                                                               

 

 

 


Rounded Rectangle: Pre Tes                                                                      

 

 

 

 

 


                                                                          

 

 

 


               Berdasarkan skema diatas, dapat dijelaskan bahwa dalam melakukan penelitian langkah pertama yang dilakukan adalah menentukan populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar. Dari populasi, maka ditentukan sampel sebanyak dua kelas, yaitu kelas Eksperimen dan kelas Pengendali. Sebelum diberi perlakuan, maka terlebih dahulu diberi pre test. Pemberian pre test ini dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan awal para siswa mengenai menganalisis teks drama setelah itu diberi perlakuan pada masing masing kelas.

            Model Jigsaw diberlakukan kepada kelas eksperimen sedangkan model STAD diberlakukan pada kelas kontrol.Setelah aktivitas eksperimen selesai dilaksanakan, Maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan post tes terhadap siswa yang diajar dengan model Jigsaw versur yang diajar dengan model STAD. Post tes dilakukan untuk mengukur tingkat kemampuan siswa dalam menganalisis unsur intrinsik teks drama setelah adanya perlakuan. Lalu skor tiap tiap kelompok jika telah dikumpulkan maka di uji dengan menggunakan uji t atau uji perbedaan mean pada sampel tak berhubungan. Tujuan dari uji t ini adalah untuk melihat apakah ada perbedaan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama terhadap siswa yang diajar dengan model Jigsaw kontra terhadap siswa yang diajar dengan model STAD.

 

 

 

I. Uji Kesetaraan Sampel

            Uji kesetaraan dilakukan untuk mengetahui apakah subjek penelitian setara. Apabila subjek yang diteliti telah memiliki kesetaraan yang sama, maka perlakuan eksperimen dapat dilakukan. Untuk mendapat kesetaraan sampel pada dua kelompok eksperimen tersebut sebelum diberi perlakuan eksperimen maka dilakukan pre test untuk mengetahui kemampuan awal menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa setara atau tidak. Hasil (skor) yang didapat diuji dengan menggunakan uji t(uji perbedaan mean) sampel tak berhubungan. Bila tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam menganalisis unsur intrinsik maka kedua kelompok tersebut dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok sampel tersebut mempunyai kemampuan yang setara.

J. Teknik Analisis Data

            Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencari perbedaan nilai rata-rata(mean) hasil tes pembelajaran menganalisis unsur intrinsik teks drama  antara dua kelompok yang berbeda(sampel tak berhubungan). Maka untuk itu digunakan uji signifikansi perbedaan mean pada sampel yang tak berhubungan

t =

 Donald (1982:216)

 

Keterangan                 :

t           : koefisien yang dicari

X1       : rata rata kelompok eksperimen 1

X2       : rata rata kelompok eksperimen 2

n 1       : banyaknya siswa kelompok eksperimen 1

n 2       : banyaknya siswa kelompok eksperimen 2

Df        : derajat kebebasan (degree of fredoom)

P(0.01) = taraf signifikan / tingkat kepercayaan pada 99%

P (0,05)= taraf signifikansi /tingkat kepercayaan pada 95%

Df        = n1+ n2_- 2

 

Membandingkan F rasio dengan F tabel pada taraf nyata 0.01 atau 0.05

Pengujian hipotesis dengan taraf signifikan untuk taraf nyata P < 0,05 dua sampel yang tak berhubungan.          

Ho : µ1 = µ2

Ha : µ1 ≠ µ2

           

 

K. Pengujian Hipotesis

Metode pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen kuantitatif dengan menggunakan rumus uji perbedaan mean dengan sampel tak berhubungan. Setelah pengujian telah dilakukan, maka hasil uji tersebut disimpulkan dalam bentuk hipotesis berikut :

Ha:     Terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar yang diajar dengan model Jigsaw versus yang diajar dengan model STAD.

Ho:     Tidak terdapat perbedaan yang signifikan tingkat kemampuan menganalisis unsur intrinsik teks drama siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Pematangsiantar yang diajar dengan model Jigsaw versus yang diajar dengan model STAD

 

            Pengujian Hipotesis Statistik:

            Ha       : µ 1 = µ 2

            Ho       : µ 1 µ 2

    

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 1997. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Ed                           revisi 5. Jakarta: Rineka Cipta.

Donald, Ary. 1982. Pengantar Penelitian Dalam Pendidikan. diterjemahkan oleh:             Arief Furchan. Surabaya: Usaha Nasional.

Ewink. 2012. Pengertian Naskah Drama Menurut Para Ahli. (Online),             (http://ewinksuarahati.blogspot.co.id), Diakses pada tanggal 7 april 2017.

Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif.    Jogjakarta: Ar-ruzz Media.

Gufandri, Abdul Malik. 2016. Pengertian, Struktur, Unsur-unsur, dan Contoh      Teks Drama Indonesia Kurikulum 2013. (Online),            (www.rangkingkelas.com), Diakses 20 april 2017

Istarani. 2011. 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada

Kosasih, E. 2003. Ketatabahasaan Dan Kesusastraan. Bandung: Yrama Widya

Kurniawan, Aris. 2015. Pengertian Drama Menerut Para Ahli Beserta Unsurnya.             (Online), (gurupendidikan.com), Diakses 7 april 2017.

Luxemburg, dkk. 1984. Pengantar Ilmu Sastra. Diterjemahkan oleh: Dick Hartono. Jakarta: PT Gramedia.

Loma, Nani Wijayanti. 2009. Mengidentifikasi Unsur Teks Drama. (Online),             (http://sudutpintar-bi.blogspot.co.id). Diakses 13 april 2017

Nikamah, dkk. 2012.  Peningkatan Kemampuan Mengidentifikasi Unsur Intrinsik             Teks Drama Dengan Metode Adaptasi Inkuiri Pada Siswa Kelas VIII- Mts            Al Fatah Sawahan Nganjuk Tahun Ajaran 2011/2012. Skripsi tidak    diterbitkan. Malang. PPs Universitas Negeri Malang.

Nurhayati. 2012. Pengantar Ringkas Teori Sastra. Jogyakarta: Media Perkasa

Nurhuzaipa. 2014. Kemampuan Mengidentifikas Unsur Intrinsik Naskah Drama   Dalam Buku Bahasa Dan Sastra Indonesia Siswa Kelas VIII.a SMP           Negeri 10 Batanghari. Skripsi tidak diterbitkan. Jambi. PPs Universitas     Jambi.

Nurgiyantoro, Burhan. 2015. Teori Pengkajian Fiksi. Jogyakarta. Gadjah Mada    Univesity Press

Putri, dkk. 2012. Pemanfaatan STAD Pada Unsur Intrinsik Teks Drama Terhadap             Pembelajaran Kelas VIII SMP Tunas Bangsa. Skripsi tidak diterbitkan.    Pontianak. PPs FKIP Universitas Tanjung Pura.

Priyatni, Endah Tri. 2010. Membaca Sastra Dengan Ancangan Literasi Kritis.      Jakarta: Bumi Perkasi.

Rusman. 2008. Model-model Pembelajaran. Bandung: Mulia Mandiri Press

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D. Bandung:   Alfabet

Sufi, Taman. 2011. Sastra, Bentuk Sastra. (Online), (http://indosastra.com).         Diakses pada tanggal 7 April 2017.

Sumardjo, Jakob. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni

Sumardjo dan Saini. 1985. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia

Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori & Aplikasi PAIKEM.             Jogyakarta: Pustaka Belajar.

Slavin, Robert. 2005. Cooperative Learning Teori, Riset, Dan Praktik.      Diterjemahkan oleh: Narulita Yusron. Bandung: Nusa Media

Tarigan, Henry Guntur. 2015. Prinsip- prinsip Dasar Sastra. Ed Revisi. Bandung:             Angkasa

Teeuw, A. 1984. Sastra Dan Ilmu Sastra Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka             Jaya- Girimukti Pustaka.

Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-progresif. Jakarta:          Kencana

Wellek dan Warren. 1995. Teori Kesusastraan. Diterjemahkan oleh: Melani         Budianta. Jakarta. PT Gramedia

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta:  Kencana

Zulfahnur, Z F.  1996. Teori Sastra. Jakarta: Depdikbud

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Post a Comment

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bijak