MATERI
PEMBELAJARAN TEKS DRAMA
A. Contoh Teks Drama
Mengapa Kau Culik Anakku
Karya Seno Gumira Aji Darma
BABAK PERTAMA
Jam Westminter berdentang 10 kali
Dari jendela tampak bulan separuh
SEGALANYA HITAM DI PANGGUNG ITU. LANTAI
HITAM, LAYAR HITAM, SEGALANYA HITAM – BAHKAN JUGA MEJA DAN KURSI. SEGALANYA
MEMANG HITAM, TAPI DUA SOROT LAMPU PUTIH MASING-MASING MENERANGI BAPAK DAN IBU.
MEREKA SUDAH BERUSIA PARUH BAYA, SEKITAR 50 AN. BAPAK MENGENAKAN KAOS OBLONG
PUTIH DAN SARUNG. IBU MENGENAKAN KAIN DAN KEBAYA SUMATERA.
BAPAK BERSANDAL KULIT SILANG, IBU
BERSELOP TUTUP. BAPAK MENONTON TV. IBU MEMBACA BUKU. BAPAK MEMENCET REMOTE
KONTROL. BERDECAK-DECAK SEBAL, LANTAS MEMATIKANNYA. SUASANA SEPI.
MUSIK BLUES FADE IN. LAMPU MEREDUP.
BAPAK MELAMUN. IBU MASIH MEMBACA. MUSIK BLUES FADE OUT. LAMPU TERANG.
BAPAK :Bu….
IBU :Ya….
BAPAK :Baca
buku apa sih?
IBU :(Sambil
membaca sampulnya) Oh, ini buku baru: Cara Melawan Teror
BAPAK :Apa
katanya?
IBU :Baru
juga mulai baca. Belum tahu isinya. Habis diajak ngomong terus sih!
BAPAK :Yah,
di sampul belakang kana da kecapnya.
IBU :
(Melihat sampul belakang) Apa ya katanya?(Membaca) Buku ini perlu dibaca
penduduk Negara-negara yang akan hancur, karena dalam masyarakat seperti itu
kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga melahirkan
anarki. Setiap orang berbuat seenak perutnya sendiri dan memaksakan kehendaknya
dengan teror . itulah gunanya buku ini: Cara Melawan Teror. Perlu dibaca oleh
mahasiswa, aktifis, wartawan, penasehat hukum dan berbagai profesi yang rawan
terror. Buku ini juga berguna bagi siapa saja yang merasa perlu lebih siap
melawan teror.
BAPAK :Untuk
apa kamu baca itu?
IBU :Lho,
bapak ini bagaimana sih?
BAPAK :Bagaimana
apa?
IBU :Baru
setahun kok sudah berusaha lupa.
BAPAK :Apa?
IBU :Keterlaluan
BAPAK :Ada
hubungannya dengan buku itu?
IBU :Ya
jelas dong!
BAPAK :Ca-ra-me-la-wan-te-ror.
Apa yang kulupakan ya?
IBU :Pikir
sendiri
BAPAK :Aku
malah inget yang lain.
IBU :Apa?
BAPAK :Buku
itu menyatakan seolah-olah Negara kita sudah hancur.
IBU :Memang
sudah hancur, bagaimana!
BAPAK :Begitu
ya bu?
IBU :Wah,
aku nggak mau jadi analis politik amatiran. Bapak saja yang ngomong.
BAPAK :Aku
juga sebetulnya tidak tahu apa-apa, bu!
IBU :Tapi
yang satu itu tidak boleh lupa.
BAPAK :Apa?
IBU :
(Hanya melihat ke arah Bapak)
BAPAK :Tidak
boleh lupa?
IBU :Tidak
boleh.
BAPAK :Kalau
lupa?
IBU :Kalau
bapak lupa, artinya sengaja melupakannya. Itu juga berarti bapak ikut berdosa.
BAPAK :Waduh,
menyangkut dosa lagi! Gawat sekali rupanya. Aku paling
malas berdosa.
IBU :Paling
malas berdosa!?
BAPAK :Iya.
IBU :Ah,
yang bener….
BAPAK :Iya!
Kamu tidak percaya?
IBU :Kayaknya
bapak selalu lupa deh dengan dosa-dosa bapak yang terbesar. Toh semua itu aku
bisa maafkan. Tapi tidak untuk yang satu ini.
BAPAK :Aneh.
Aku bisa lupa dosa-dosaku. Tapi yang satu ini tidak boleh lupa.
Kalau lupa, itulah dosa yang terbesar.
IBU :Makanya,
jangan berlagak pikun
BAPAK :Jadi,
apa?
IBU :Lho!
BAPAK :Aduh!
Manusia itu kan pelupa Bu! Masa aku tidak boleh lupa!?
IBU :Yah,
manusia pelupa, manusia cepat lupa, apalagi yang menyangkut dosa.
BAPAK :Gawat-gawat
sekali. Apa yang kulupakan selama ini?
IBU :Oalah
pak, pak. Kita memang tidak pernah membicarakannya selama ini. Tapi itu tidak
berarti kita boleh melupakannya.
BAPAK :Wah,
apa ya? Kamu bilang tadi, ada hubungannya dengan cara melawan teror
IBU :Sebetulnya
bapak inget.
BAPAK :Tidak.
Aku sungguh-sungguh lupa.
IBU :Gawat.
BAPAK :Apa
ya? Kenapa begitu gawat?
IBU :Karena
melupakannya adalah dosa besar.
BAPAK :Kita
harus mengingatnya?
IBU :Ya.
BAPAK :Kita
harus membicarakannya?
IBU :Ya.
Kalau perlu sengaja memperingatinya.
BAPAK :Tidak
mikul dhuwur mendem jero? Melupakan yang buruk mengingat yang baik?
IBU :Nggak
usah!
BAPAK :Waduh!
Gawat!
IBU :Kenapa?
BAPAK :Aku
tidak ingat
IBU :Jadi,
semuanya ini ada hubungannya dengan terror!
BAPAK :Terror!
IBU :Ya!
Terror!
BAPAK :Te-ror….
IBU :Ya.
Te-ror….
BAPAK :Te-ror-te-ror-te-ror….hmmm….
IBU :
(Melihat dengan wajah kesal)
BAPAK :Aku
belum ingat apa yang ada hubungannya dengan kita. Tapi kalau mendengar kata
itu, aku jadi ingat apa yang terjadi pada zaman geger-gegeran dulu itu.
IBU :Itu
juga belum lama.
BAPAK :Tapi
semua orang sudah lupa.
IBU :Pura-pura
lupa.
BAPAK :Buku
sejarah saja tidak mencatatnya.
IBU :Itu
dia. Dosa orang lain dicatat besar-besaran. Dosa sendiri menguap entah kemana.
BAPAK :Hmmm.
Rumit ya Bu?
IBU :(Berdiri,
berjalan ke jendela)
Sebetulnya tidak. Semuanya jelas. Siapa
yang bisa melupakannya? Aku masih kecil waktu itu. Malam-malam semua orang
berkumpul. Mereka membawa golok, clurit, pentungan dan entah apa lagi. Mereka
mengepung rumah itu selepas tengah malam. Mereka berteriak-teriak, karena yang
dicarinya naik ke atas genteng. Orang itu lari dari atap satu keatap lainnya
seperti musang. Kadang-kadang dia jatuh, merosot. Orang-orang mengejarnya juga
seperti nengejar musang. Aku masih inget suara gedebugan di atas genteng itu.
Orang-orang mengejar dari gang ke gang, suaranya juga gedebukan. Mereka
berteriak-teriak sambil mengacungkan parang. Orang itu lari. Terpeleset, hamper
jatuh ke bawah, merayap lagi. Sampai semua tempat terkepung. Orang itu
terkurung….
BAPAK :Sudahlah
bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun.
IBU :Aku
tidak bisa lupa. Bukan hanya karena kejadian yang dialami orang itu, tapi apa
yang dialami keluarganya. Dia punya anak, punya istri, punya ibu. Semua melihat
dia dikejar seperti musang. Melihat dengan mata kepala sendiri orang itu
merosot dari atas genteng ketika terpeleset dan tidak ada lagi yang bisa
dipegang. Orang-orang di bawah menunggunya dengan parang.
BAPAK :Bu!
IBU :Orang-orang
itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti
binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang
ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya
dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan
anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan
suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin
setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin
lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang segala?
BAPAK :Untuk
apa kamu mengingat-ingat ini semua?
IBU :Itulah
pertanyaanku juga. Untuk apa? Tapi aku tidak sengaja mengingat-ingat. Aku ingat
begitu saja. Kenangan itu menempel seperti lintah. Dia lewat seperti kenangan.
BAPAK :Kenangan
buruk.
IBU :Mimpi
buruk
BAPAK :Sejarah
IBU :Itulah
dia pak. Sejarah. Sejarah itu ada. Hidup terus sampai hari ini.
BAPAK :Waktu
IBU :Waktu
itu aku tidak tahu kalau sekolah libur. Aku berangkat ke sekolah. Ketika sampai
di kelas, aku Cuma mencium bau amis darah. Darah orang-orang yang disiksa
menyiprat di tembok, papan tulis dan bangku-bangku. Di mana-mana orang
bergerombol, berteriak-teriak, mencari orang-orang yang diburu.
BAPAK :Waktu
IBU :Begitu
buruk. Begitu mengerikan. Tapi mengapa kita sekarang mengulanginya?
BAPAK :Satria!
IBU :Itulah.
Bapak ini belum begitu tua kok sudah berusaha pikun. Tidak baik begitu pak.
Kalau kita melupakan kekejaman, kita akan mengulanginya.
BAPAK :Aku
Cuma ingat bagaimana orang-orang menjauh ketika semua itu menimpa kita. Orang
yang malang malah dijauhi. Ada yang bilang. “Sorri aku baru menelpon sekarang,
ini pun dari telepon umum, karena aku takut teleponku disadap, aku harap
semuanya baik-baik saja. Sorry, aku takut, aku punya anak kecil soalnya” hmmmh.
Saudara-saudara menjauhi semuanya. Takut, seperti kita ini punya penyakit sampar.
IBU Habis
begitu memang begitu caranya menilai. Pikiran kok dianggap menyatu dengan
darah.
BAPAK :Cara
berpikir apa itu ya?
IBU :Cara
berpikir orang bego!
BAPAK :Bego
tapi berkuasa.
IBU :Begitu
berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai pikiran, dan sangat tersinggung
kalau orang berpikir lain.
BAPAK :Sangat
tersinggung.
IBU :Sangat
tersinggung. Maka mengamuklah dengan
pentungan, penangkapan,penculikan dan
penganiayaan.
BAPAK :Kekuasaan
yang kerdil.
IBU :Kerdil.
BAPAK :Kerdil.
TELEPON BERDERING. BAPAK MENGANGKAT
TELEPON
BAPAK :Hallo!
Ya? Salah! Salah sambung! Ini Cikini, bukan Jurang Mangu. Tidak apa-apa.
Selamat malam.
IBU :Terror
lagi?
BAPAK :Bukan.
Memang salah sambung.
IBU :Dulu
Satria sering diteror lewat telepon
BAPAK :Ya,
aku tahu. Aku juga sering diteror, dikira Satria.
IBU :(setelah
jeda) Ah, Satria. Satria….
LAMPU MEREDUP
B Pengertian Teks Drama
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) drama memiliki beberapa pengertian.
Pertama, drama diartikan sebagai syair atau prosa yang menggambarkan kehidupan
dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan. Kedua,
cerita atau kisah yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk
pertunjukan teater. Di samping itu drama dapat didefinisikan sebagai seni yang
menggarap lakon-lakon mulai sejak penulisannya hingga pementasannya yang
membutuhkan ruang, waktu, dan khalayak. Pengertian drama juga dapat
dibedakan menjadi dua.Pertama, drama sebagai text play atau naskah
karya sastra milik pribadi, yaitu naskah bacaan milik penulis drama yang masih
membutuhkan pembaca dan perlu digarap yang baik dan teliti jika ingin dipentaskan.
Kedua, drama sebagai teater atau pementasan adalah seni kolektif
atau pertunjukan yang siap dipentaskan sehingga berfungsi sebagai tontonan
pertunjukan.
C. Ciri-ciri Teks Drama
Fungsi
Teks drama berfungsi untuk menghibur.
Hal tersebut selaras dengan definisi drama yang pada akhirnya teks tersebut
akan dipentaskan. Salah satu contoh drama yang berfungsi menghibur
adalah Cinta Brontosaurus karya Raditya Dika. Selain itu drama
dapat juga berfungsi untuk kritik sosial, misalnya mengkritik kebijakan
pemerintah. Hal tersebut dapat dilihat dalam drama berjudul Mengapa Kau
Culik Anakku karya Seno Gumira Ajidarma
2 Struktur
Zuhri Indonesia
Prolog adalah kata-kata
pembuka, pengantar, ataupun latar belakang cerita, yang biasanya disampaikan
oleh dalang atau tokoh tertentu. Pada teks drama di atas prolog dapat dilihat
pada kutipan berikut ini.
MUSIK BLUES FADE IN.
LAMPU MEREDUP. BAPAK MELAMUN. IBU MASIH MEMBACA. MUSIK BLUES FADE OUT. LAMPU
TERANG.
- Dialog
· Orientasi sesuatu
cerita menentukan aksi dalam waktu dan tempat; memperkenalkan para tokoh,
menyatakan situasi sesuatu cerita, mengajukan konflik yang akan dikembangkan
dalam bagian utama cerita tersebut, dan ada kalanya membayangkan resolusi yang
akan dibuat dalam cerita itu. Pada teks drama di atas orientasi dapat dilihat
pada dialog
BAPAK :Bu….
IBU :Ya….
BAPAK :Baca buku
apa sih?
IBU :(Sambil
membaca sampulnya) Oh, ini buku baru: Cara Melawan Teror
BAPAK :Sudahlah
bu! Sudah lebih dari tiga puluh tahun.
IBU :Aku
tidak bisa lupa. Bukan hanya karena kejadian yang dialami orang itu, tapi apa
yang dialami keluarganya. Dia punya anak, punya istri, punya ibu. Semua melihat
dia dikejar seperti musang. Melihat dengan mata kepala sendiri orang itu
merosot dari atas genteng ketika terpeleset dan tidak ada lagi yang bisa
dipegang. Orang-orang di bawah menunggunya dengan parang.
BAPAK :Bu!
IBU :Orang-orang
itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti
binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang
ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya
dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan
anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan
suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin
setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin
lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang segala?
· Resolusi atau
denouement hendaklah muncul secara logis dari apa- apa yang telah mendahuluinya
di dalam komplikasi. Titik batas yang memisahkan komplikasi dan resolusi,
biasanya disebut klimaks (turning point). Pada klimaks itulah terjadi perubahan
penting mengenai nasib sang tokoh. Kepuasan para penonton terhadap suatu cerita
tergantung pada sesuai-tidaknya perubahan itu dengan yang mereka harapkan.
TELEPON
BERDERING. BAPAK MENGANGKAT TELEPON
BA PAK :Hallo!
Ya? Salah! Salah sambung! Ini Cikini, bukan Jurang Mangu. Tidak apa-apa.
Selamat malam.
Epilog adalah kata-kata
penutup yang berisi kesimpulan atapun
amanat tentang isi keseluruhan dialog.
Bagian ini pun biasanya disampaikan oleh dalam atau tokoh tertentu.
Kebahasaan
Drama
merupakan karya fiksi yang dinyatakan dalam bentuk dialog. Oleh
karena itu, kalimat-kalimat yang tersaji di dalamnya hampir semuanya berupa
dialog atau tuturan langsung para tokohnya. Adapun kalimat- kalimat
tidak langsung ada pula pada bagian prolog dan epilognya. Drama pun menggunakan
kata ganti orang ketiga pada bagian prolog atau epilognya. Karena melibatkan
banyak pelaku (tokoh), kata ganti yang lazim digunakan adalah mereka.
Lain
halnya dengan bagian dialognya, yang kata gantinya adalah kata orang pertama
dan kedua. Mungkin juga digunakan kata-kata sapaan. Seperti yang tampak pada
contoh teks drama di atas bahwa kata-kata ganti yang dimaksud adalah aku, kita, Sebagaimana
halnya percakapan sehari-hari, dialog dalam teks drama sering kali menggunakan
kosakata percakapan, seperti oh, ya, aduh, sih, dong. Mungkin di dalamnya
banyak ditemukan kata-kata yang tidak baku dan juga tidak lepas dari
kalimat-kalimat seru, suruhan, pertanyaan.
Selain itu, teks drama memiliki
ciri-ciri kebahasaan sebagai berikut.
1. Banyak menggunakan
kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis). Contoh:
sebelum, sekarang, setelah itu, mula-mula, kemudian.
2. Banyak menggunakan
kata kerja yang menggambarkan suatu peristiwa yang terjadi, seperti menyuruh,
menobatkan, menyingkirkan, menghadap, beristirahat.
3. Banyak menggunakan
kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh.
Contoh: merasakan, menginginkan, mengarapkan, mendambakan, mengalami
4. Menggunakan kata-kata
sifat (descriptive language) untuk menggabarkan tokoh, tempat, atau suasana.
Kata-kata yang dimaksud, misalnya, rapi, bersih, baik, gagah, kuat.
Prosedur Pembelajaran
- Mengidentifikasi Alur Drama
Alur dalam drama merupakan bagian dari
struktur komplikasi.Pada sruktur komplikasi inilah muncul permasalahan, konflik
yang akhirnya memunculkan perumitan masalah (klimaks) yang nantinya akan menuju
peleraian pada sruktur resolusi.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam
mengidetifikasi drama
· Membaca dan mencermati
teks drama Mengapa Kau Culik Anakku?
Mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat pada teks drama tersebut. Permasalahan dapat
ditemukan pada kutipan berikut.
BAPAK :Untuk
apa kamu baca itu?
IBU :Lho,
bapak ini bagaimana sih?
BAPAK :Bagaimana
apa?
IBU :Baru
setahun kok sudah berusaha lupa.
b. Mengidentifikasi
konflik yang ada pada teks drama tersebut.
Konflik
dapat ditemukan pada kutipan berikut .
IBU :Gawat.
BAPAK :Apa
ya? Kenapa begitu gawat?
IBU :Karena
melupakannya adalah dosa besar.
c. Mengidentifikasi
klimaks permasalahan (perumitan) yang terdapat pada teks drama tersebut.
Klimaks (perumitan) terdapat pada kutipan berikut.
BAPAK :Bu!
I IBU :Orang-orang
itu menghabisinya seperti menghabisi seekor musang. Orang itu digorok seperti
binatang. Ibu menutupi mataku. Tapi aku tidak bisa melupakan sinar matanya yang
ketakutan. Aku masih ingat sinar mata orang-orang yang mengayunkan linggisnya
dengan hati riang. Kok bisa? Kok bisa terjadi semua itu. Bagaimana perasaan
anaknya mendengar jeritan bapaknya? Bagaimana perasaan istri mendengar jeritan
suaminya? Bagaimana perasaan ibu mendengar jeritan anaknya? Apa bapak yakin
setelah tiga puluh tahun lebih mereka bisa melupakannya? Mereka mungkin ingin
lupa. Tapi apa bisa? Politik itu apa sih, kok pakai menyembelih orang segala?
2. Mempertunjukkan tokoh
dalam kutipan drama
BAPAK :Cara
berpikir apa itu ya?
IBU :Cara
berpikir orang bego!
BAPAK :Bego
tapi berkuasa.
IBU :Begitu
berkuasanya sehingga merasa berhak menguasai pikiran, dan
sangat tersinggung kalau orang berpikir lain.
Lafal yang diucapkan
pada saat memerankan tokoh Ibu harus jelas pada saat
mengucapkan kata pikiran dan berpikir sangat
penting untuk diperhatiakan karena berkaitan dengan kejelasan makna
suatu kata. Berdasarkan contoh tersebut lafal adalah cara
seseorang dalam mengucapkan kata atau bunyi bahasa.
Intonasi yang
digunakan pada kalimat Bego tapi berkuasa.adalah intonasi dengan
maksud kekecewaan. Berdasarkan contoh tersebut Intonasi adalah naik turunnya
lagu kalimat. Kalimat berita, perintah, dan kalimat tanya harus menggunakan
intonasi yang berbeda.
Nada/tekanan
yang digunakan pada kalimat Cara berpikir apa itu ya? Adalah
nada tinggi karena merupakan kalimat tanya. Berdasarkan contoh tersebut
Nada/tekanan adalah kuat lemahnya penurunan suatu kata dalam kalimat
Ekspresi
yang muncul pada kalimat Bego tapi berkuasa adalah ekspresi
kekecewaan dan kekesalan. Ekspresi yang muncul ketika berdialog itulah yang
disebut mimik. Berdasarkan uraian tersebut mimik adalah ekspresi atau raut muka
yang menggambarkan suatu emosi: sedih, gembira, kecewa, takut, dan sebagainya.
Mimik berperan dalam memperjelas suatu maksud tuturan. Gerak-gerik adalah
berbagai gerak pada anggota badan atautinggah laku seseorang dalam menyatakan
maksud tertentu. Bentuknya, misalnya, anggukan kepala, menggit jari.
3 3. Menganalisis isi dan
kebahasaan drama
Menganalisis isi drama
Bercerita
tentang apakah drama “Mengapa Kau Culik anakku” karya Seno Gumira Ajidarma di
atas? Jawaban atas pertanyaan tersebut mengarah pada isi atau tema drama
tersebut. Adapun yang dimaksud dengan tema adalah gagasan umum dalam suatu
drama yang disampaikan oleh pengarang kepada pembaca atau penonton. Tema juga
dapat diartikan sebagai inti atau ide dasar sebuah drama. Dari ide dasar itulah
kemudian drama itu terbangun. Tema merupakan pangkal tolak pengarang
atau sutradara dalam merangkai cerita yang diciptakannya.
Jika
menilik dari penggalan teks drama Mengapa Kau Culik Anakku berikut ini akan
nampak terlihat isi drama tersebut.
BAPAK :Yah, di sampul belakang kana da kecapnya.
IBU :
(Melihat sampul belakang) Apa ya katanya?(Membaca) Buku ini perlu dibaca
penduduk negara-negara yang akan hancur, karena dalam masyarakat
seperti itu kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga
melahirkan anarki. Setiap orang berbuat seenak perutnya sendiri dan memaksakan
kehendaknya dengan teror . itulah gunanya buku ini: Cara Melawan Teror. Perlu
dibaca oleh mahasiswa, aktifis, wartawan, penasehat hukum dan berbagai profesi
yang rawan terror. Buku ini juga berguna bagi siapa saja yang merasa perlu
lebih siap melawan terror.
Berdasarkan penggalan teks drama
tersebut terlihat pada kalimat Buku ini perlu dibaca
penduduk negara-negara yang akan hancur, karena dalam masyarakat
seperti itu kendali hukum sangat mengendor, tatanan nilai kabur, sehingga melahirkan
anarki. Dari pernyataan tersebut dapat dianalisis
bahwa drama tersebut mengangkat tema politik. Teks drama tersebut
menceritakan keadaan politik dan peristiwa kekerasan yang terjadi pada tahun
1965 dan seterusnya dimana tidak ada kejelasan sampai saat ini. Dan sampai saat
ini pun politik negara ini masih carut marut.
Manganalisis Aspek
Kebahasaan
Langkah-langkah menganalisis aspek
kebahasaan
Untuk lebih jelasnya cermati dan
perhatikan penggalan teks drama Mengapa Kau Culik Anakku berikut
in
BAPAK :Bu….
IBU :Ya….
BAPAK :Baca
buku apa sih?
IBU :(Sambil
membaca sampulnya) Oh, ini buku baru: Cara Melawan Teror
BAPAK :Apa
katanya?
IBU :Baru
juga mulai baca. Belum tahu isinya. Habis diajak ngomong terus sih!
BAPAK :Yah,
di sampul belakang kana da kecapnya.
Aspek kebahasaan yang lain dapat
dicermati pada penggalan berikut ini
BAPAK :Kita
harus membicarakannya?
BU :Ya.
Kalau perlu sengaja memperingatinya.
BAPAK :Tidak
mikul dhuwur mendem jero? Melupakan yang buruk mengingat yang baik?
IBU :Nggak
usah!
BAPAK :Waduh!
Gawat!
Selain aspek kebahasaan yang telah di
sebutkan di atas, masih ada aspek kebahasaan yang lain, dapat dicermati pada
penggalan teks drama berikut ini!
IBU :Waktu
itu aku tidak tahu kalau sekolah libur. Aku berangkat ke
sekolah. Ketika sampai di kelas, aku Cuma mencium bau amis
darah. Darah orang-orang yang disiksa menyiprat di tembok, papan tulis dan
bangku-bangku. Di mana-mana orang bergerombol, berteriak-teriak, mencari
orang-orang yang diburu.
BAPAK :Waktu
IBU :Begitu
buruk. Begitu mengerikan. Tapi mengapa kita sekarang mengulanginya?
BAPAK :Satria!
2 comments